• Home
  • Tentang
  • Cerita
  • Kepenulisan
Sukma Kurniawan. Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram

Jou sukma

Sejarah
Apakah kamu pernah merasakan sesuatu di dalam hatimu tentang sesuatu atau beberapa hal yang awalnya tidak disuka bahkan dibenci kini berubah menjadi sesuatu yang menarik dan digeluti? Atau sebaliknya, yang pada mulanya hal tersebut merupakan sesuatu yang disuka, diminati dan kemudian berubah seratus delapan puluh derajat? Kalau kamu pernah merasakan hal itu maka kita memiliki cerita yang sama. Walaupun objek yang kita alami dalam cerita itu mungkin berbeda.

Dalam perjalanan hidup saya ada sebuah hal yang memang awalnya tidak saya suka kemudian berubah menjadi sesuatu yang menarik di hati. Hal itu adalah pelajaran sejarah. Mulai dari mengenal pelajaran sejarah secara formal sejak duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar yang akhirnya mengantarkan saya turun drastis dari yang selalu peringkat lima besar di kelas menjadi peringkat belasan dalam kelas sampai menjadi mahasiswa tingkat pertengahan, pelajaran sejarah merupakan sesuatu yang tidak saya minati.

Saya dan pelajaran sejarah memang memiliki kisah yang sangat panjang untuk diceritakan. Dulu saya berpikir buat apa mempelejari sejarah, mempelajari sesuatu yang sudah terjadi. Yang sudah terjadi biarlah sudah terjadi. Hidup itu harus bergerak dan memikirkan masa depan, pikir saya waktu itu. Walaupun kalau diperhatikan tidak bakalan ada masa sekarang kalau tidak ada masa lalu. Dimana masa lalu bisa dijadikan acuan untuk melangkah ke masa depan. Kan begitu saudara?

Ada beberapa hal juga yang saya bingungkan ketika menemui pelajaran sejarah. Yaitu ketika mempelajari tentang munculnya kerajaan dan agama. Kenapa hanya agama Islam, Hindhu dan Budha saja yang dikisahkan dalam sejarah. Sedangkan tiga agama lain tidak dimasukan dalam pelajaran sejarah. Sebenarnya waktu saya mempelajari PPkn baru lima agama saja yang diakui negara. Yaitu agama Islam, Hindhu, Budha, ditambah agama Katolik dan Kristen. Namun kenapa saya mengatakan tiga agama, karena ternyata Pemerintah Indonesia akhirnya mengakui agama Kong Hu Cu pada tahun 2000 ketika masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau kita kenal dengan nama Gus Dur. Walaupun sudah diakui pada tahun 2000 tapi ketika saya duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar agama Kong Hu Cu belum masuk di dalam kurikulum pelajaran PPKn.

Selain kurangnya minat mempelajari sejarah ada juga hal yang mengakibatkan saya susah dalam mempelajari sejarah, yaitu: menghafal. Menghafal nama dan tanggal memang tidak mudah saya lakukan. Dimana dua hal tadi sangat mayor di dalam pelajaran sejarah. Hal ini juga berlaku di keadaan umum diluar pelajaran sejarah. Dimana saya butuh waktu yang cukup lama ketika ditanya nama seseorang atau alamat dan juga tanggal-tanggal penting di dalam kehidupan. Coba saja bayangkan kalau dulu saya punya kekasih terus dia bilang: “Kamu tahu enggak hari ini hari apa?”. Bisa mati kutu sudah. Pura-pura kesurupan mungkin bisa menjadi solusi. Tapi saya rasa itu cukup dibayangkan saja. Karena memang diri ini tidak memiliki kekasih tulisan ini diposting. Hiks. Gak tau juga apa yang terjadi di beberapa hari setelah saya memposting tulisan ini. Maka dari pada itu saya lebih menyukai pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Ya walaupun pelajaran penjaskes dan seni lebih utama.

Karena kurangnya minat dan bakat, pernah saya memiliki pengalaman yang mendebarkan ketika duduk di bangku SMA. Waktu itu saya sudah kelas dua SMA dan pelajaran sejarah masih saya dapatkan. Ketika memasuki semester dua saya mendapatkan nilai yang sangat buruk di pelajaran sejarah sampai berkali-kali remidi masih saja buruk. Sampai pada akhirnya menyisahkan dua orang yang dari konsentrasi IPA. Dimana salah satunya tentu saja adalah saya. Siapa lagi coba? Kalau bukan saya ngapain juga panjang lebar saya tuliskan intronya. Nah sampai pada akhirnya remidi terakhir itu saya dan teman saya diberikan tugas untuk mencari dan merangkum suatu peristiwa tertentu sebagai pengganti remidial.

Akhirnya ketika sore atau malamnya (saya lupa) saya dan teman saya tadi mengerjakan tugas sejarah bersamaan di salah satu warnet di dekat stasiun bus Borobudur. Waktu tahun 2011 belum banyak orang yang punya laptop dan belum mengenal dengan teknologi yang namanya wi-fi secara luas. Maka daripada itu pergi ke warnet adalah solusi. Karena tidak memungkinkan juga untuk mencari data di perpustakaan dengan tenggang waktu yang sangat singkat. Walaupun sebenarnya waktu itu kata perpustakaan tidak ada dalam pikiran.

Besok paginya rangkuman makalah kami kumpul bersamaan dalam satu plastik yang sama. Sampai suatu ketika pas sedang santai di dalam kelas ada salah satu teman saya memanggil-manggil menyuruh saya segera bertemu Bu Anu (nama samaran guru sejarah kelas 11) untuk mengumpulkan tugas remidial. Saya pun menghadap ke kantor guru namun Bu Anu tidak ada. Ternyata beliau sedang berbicara dengan kepala sekolah di ruang kepala sekolah. Sebagai murid yang baik (ehem) saya pun tidak menyela pembicaraan dan menunggu diluar. Walaupun kadang-kadang nongol agar Bu Anu sadar. Bu Anu pun bertanya kepada saya dan saya pun menjelaskan. Tidak lama saya pun pergi.

Kisah tadi tidak berhenti sampai disitu saja. Di kemudian hari ketika saya bertugas di kepramukaan sebagai salah satu anggota Bantara yang sedang melaksanakan perkemahan di sekolah, saya mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Sore itu kala saya sedang bertugas, sedang diadakan pula rapat besar tahunan di lantai dua salah satu gedung di sekolah. Ada kabar yang berhembus bahwa setidaknya ada dua murid kelas 11 yang tidak naik kelas. Kabar lain menyebutkan bahwa salah satu yang tidak naik kelas adalah saya.

Hati saya tidak karuan mendengar kabar itu. Selama acara perkemahan pikiran saya nge-blank, buyar kemana-kemana. Karena setelah saya pikir memang bukan mustahil saya tidak naik kelas karena saya memang bermasalah di dua mata pelajaran yaitu pelajaran kimia dan sejarah.

Pikiran capek hati pun capek saya pun sudah pasrah ketika waktu pengumuman datang. Sebenarnya ada beberapa hal yang terjadi ketika masa-masa itu terjadi tapi tak perlulah saya ceritakan. Sampai pada akhirnya saya pun berteriak bahagia karena ternyata saya naik kelas walaupun pelajaran sejarah mendapat nilai standar KKM. Tak apalah yang penting naik tingkat. Namun sedihnya adalah teman saya yang saya ceritakan di awal yang sama-sama mengerjakan tugas remidial pelajaran sejarah, dia tidak naik kelas.

Panjang sekali bukan kisahnya? Nah begitulah sejarah. Panjang, runtut dan satu kisah dengan kisah lainnya saling berhubungan. Sebenarnya masih banyak lagi kisah “asmara” saya dengan pelajaran sejarah. Dimana pada akhirnya ketika menjadi mahasiswa tingkat menengah perasaan tidak suka itu berubah menjadi cinta.

Apa saja yang mengakibatkan saya berubah menjadi menyukai pelajaran sejarah? Tunggu saja kisahnya nanti. Yang In syaa Allah akan saya bagikan sebagai wadah kita ngobrol-ngobrol santai.

Salam.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Perjalanan Pertama Menggunakan Kereta Api Indonesia
Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke ibukota, Jakarta. Untuk mengikuti sebuah acara yang sudah lama ingin saya hadiri. Hal pertama yang saya siapkan tentu saja adalah akomodasi dan transportasi. Setelah mendapatkan tempat untuk menginap, saya pun mencari transportasi untuk menuju ke tempat tujuan. Entah kenapa yang terpikirkan di benak saya adalah menggunakan kereta api. Padahal banyak moda transportasi lain yang bisa mengantarkan diri ini menuju Jakarta dari Yogyakarta. Yaitu menggunakan mobil travel, bus, juga pesawat terbang. Mungkin karena yang ada di dalam pikiran saya sewaktu mendengar kata “Kereta Api” adalah murah dan mudah. Tapi apakah itu benar?

Kalau dibandingkan dengan moda transportasi darat lainnya harga tiket kereta api Indonesia bisa dibilang tidak jauh berbeda. Berbeda lagi kalau dibandingkan dengan harga tiket menggunakan pesawat terbang. Terakhir saya cek dengan kelas yang sama (yang paling murah), harga tiket pesawat terbang lebih dari dua kali lipat harga tiket kereta api. Tentu saja ini tidak masalah bagi mereka yang lebih mengutamakan kecepatan waktu tempuh. Karena lama penerbangan dari Yogyakarta menuju Jakarta terbilang singkat yaitu sekitar 1 jam 30 menit. Bisa dibilang belum sempat tidur, sudah sampai saja di tujuan. Tanpa adanya penundaan pernerbangan tentu saja. Berbeda dengan menggunakan kereta api yang harus menempuh waktu sekitar delapan hingga sembilan jam.

Selanjutnya kalau ditinjau dari segi kemudahan, memesan tiket kereta api pada era serba internet ini tentu saja sangat mudah. Kita hanya butuh membuka situs dan mengisi data selain harus membayarnya juga di akhir nanti lewat salah satu jenis pembayaran yang disediakan. Bisa lewat atm bersama, atm prima dan lain sebagainya. Atau bisa juga memesan tiket dengan menggunakan aplikasi yang tersedia di App Store dan Play Store.

Selain kemudahan untuk pemesanan tiket, pengguna kereta api Indonesia juga dimudahkan ketika proses pencetakan tiket di stasiun. Pencetakan tiket ini diperuntukan bagi pengguna kereta api yang sebelumnya memesan tiket secara online. Ini dibuktikan dengan banyaknya komputer yang disediakan sehingga proses antrian tidak begitu panjang dan waktu yang dibutuhkan tidak begitu lama karena hanya tinggal memasukan nomor pemesanan. Tapi, karena saya baru pertama kali bertemu dengan sistem semacam ini maka hal ini membuat saya sedikit lebih lama di depan komputer. Dikarenakan kesalahan dalam memasukan nomor pesanan. Sebenarnya di stasiun banyak kurir barang yang bisa dimintai tolong tapi karena ketidaktahuan saya sebelumnya maka saya pun berusaha sendiri.

Selain kegagapan saya ketika berhubungan dengan nomor pesanan, ada peristiwa lain yang bisa dijadikan pelajaran. Ketika sampai di stasiun maka langkah selanjutnya bagi mereka yang memesan tiket via online adalah menuju deretan komputer untuk mencetak tiket. Yang mana proses pencetakannya dilakukan sendiri tanpa bantuan dari petugas stasiun. Namun yang saya lakukan sebelumnya palah ikut mengantri di loket tiket. Tapi entah kenapa hal ini tidak membuat saya merasa malu. Hal-hal baru semacam ini merupakan suatu hal yang menyenangkan. Selain menambah ilmu juga bisa dijadikan sebagai bahan untuk bercerita.

Memasuki Kehidupan di Dunia yang Berjalan

Setelah menunggu sekitar satu jam, kereta yang akan membawa saya pun datang. Saya memang sengaja datang jauh lebih awal dari waktu keberangkatan hanya untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Namanya juga pengalaman pertama yang mana tidak tahu apa saja yang harus dilakukan. Sembari menunggu, seperti biasa saya selalu memperhatikan situasi dan bagaimana semuanya berjalan. Para kurir barang yang sigap membantu calon-calon penumpang untuk mencetak tiket dan membawakan barang, para calon penumpang yang berdirian setelah kereta yang akan mengantarkan mereka telah diumumkan lewat pengeras suara, pegawai stasiun yang dengan tekun membersihkan lantai untuk kenyamanan dan berbagai macam kegiatan para calon penumpang dalam menunggu keberangkatannya.

Waktu itu saya memulai titik keberangkatan di stasiun Lempuyangan. Sebelum memasuki area jalur rel, ada pemeriksaan tiket terlebih dahulu. Ditambah dengan pengecekan kartu identitas KTP. Kemudian menuju jalur kereta api yang sesuai dengan yang tertera pada tiket. Pada momen ini saya sedikit panik karena saya tidak tahu jalur mana yang ditunjukan pada tiket dan waktu sudah menuju jam keberangkatan. Saya pun bertanya ke kurir yang ada di sebelah kanan saya. Sang kurir pun menjawab dengan baiknya walaupun terdengar seperti bernada ketus. Kemudian saya pun bergegas menuju jalur yang ditunjukan sang kurir dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Setelah berjalan saya baru sadar ternyata keterangan nomor jalur tertera di bagian atas stasiun.

Saya pun menuju kereta dan kemudian mencari nomor gerbong tempat saya duduk. Tidak lupa mencari nomor kursi setelah sebelumnya bertanya dengan sepasang muda-mudi. Setelah sampai di kursi yang sesuai dengan yang ada di tiket, saya merasa sedikit kecewa dengan apa yang saya lihat. Ada dua kekecewaan yang saya rasakan. Pertama, kursi yang sesuai dengan nomor kursi di tiket sudah diisi oleh orang lain. Dimana posisi yang saya pesan waktu itu adalah dekat dengan jedela. Namun setelah sedikit mengobrol saya pun merelakannya. Saya pun duduk disamping orang yang menduduki kursi pesanan saya.

Kedua, kursi yang saya duduki membelakangi arah tujuan. Itu bisa membuat saya merasa pusing ketika perjalanan. Yang ada di dalam pikiran saya sewaktu memesan posisi kursi via aplikasi adalah bahwa setiap kursi mengarah ke arah tujuan (depan).  Sama seperti posisi kursi di bus dan pesawat pada umunya. Kalau kereta ekonomi yang saya pesan ternyata setiap dua baris saling berhadapan. Seperti apa yang ada di dalam scene perjalanan menggunakan kereta api pada film 5cm.

Pukul 9 pagi tepat sesuai jadwal keberangkatan, kereta pun melaju membawa kami para penumpang menuju tempat tujuan. Waktu itu dua baris kursi yang saling berhadapan, dimana setiap baris terdiri dari dua kursi terisi oleh tiga orang anak muda termasuk saya dan satu orang laki-laki berumur.

Tidak butuh waktu lama kami bertiga yang masih muda ini mulai akrab. Perbincangan demi perbingangan mengisi perjalan kami. Sedangkan laki-laki berumur tadi lebih banyak diam dan sering pergi meninggalkan gerbong dan menuju ke gerbong lain setelah meninggalkan telepon genggamnya menancap di colokan listrik yang disediakan oleh pihak kereta api. Ternyata di kereta kelas ekonomi yang sudah ber-AC ini disediakan pula fasilitas pengisian daya listrik . Sebuah hal yang sangat bermanfaat bagi penumpang terlebih untuk saya, mengingat bahwa daya baterai telepon genggam yang saya miliki mudah habis.

Sebenarnya malam hari sebelum hari keberangkatan saya sudah mencoba meminjam powerbank ke sejumlah teman lewat grup kelas. Namun satu orang teman yang mau meminjamkan powerbank-nya sedang tidak berada di Jogja. Jadi apa yang diberikan oleh PT. Kereta Api Indonesia lewat fasilitas pengisian daya listrik gratis ini sangat membantu.

Kepala ini mulai pusing dan sensasi di perut begitu hebohnya membuat saya mulai merasakan mual. Bukan karena posisi duduk yang membelakangi arah tujuan tapi karena tubuh ini terguncang hebat ketika di kamar mandi. Sungguh bukan ide yang bagus untuk memenuhi panggilan alam ketika kereta sedang berjalan. Pergi ke toilet untuk memenuhi panggilan alam ketika kereta berhenti di stasiun untuk sementara waktu memang sebuah solusi. Karena tidak merasakan gerbong kereta yang bergoyang hebat. Mungkin ini pengaruh dari posisi toilet yang dekat dengan roda belakang kereta dan juga dekat dengan penyambung antara gerbong satu dan gerbong lainnya. Sehingga guncangan yang tidak stabil itu begitu terasa.

Tidur merupakan sebuah solusi dalam menunggu sampai ke tujuan dan meredam rasa mual tapi saya lebih suka menikmati pemandangan yang disuguhkan diperjalanan. Rumah-rumah di pedesaan, lorong gelap yang sunyi, bangunan-bangunan tua, perbukitan dan hutan gersang, hamparan sawah yang begitu luasnya, sampai ke wilayah pemukiman perkotakan yang kumuh dan padat. Dalam benak selalu bertanya-tanya bagaimana jika saya berada di posisi mereka. Berada di lingkungan mereka. Berada di situasi dan kondisi seperti mereka. Itu semua membuat saya belajar bagaimana caranya untuk bersyukur atas apapun yang telah Allah berikan.

Di satu sisi saya bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan ke negara dan masyarakat Indonesia dengan tanah yang subur. Juga kekayaan alamnya yang begitu indah. Sungguh bukan suatu ide yang bagus untuk mendapatkan murka dari Allah karena tidak menjadi pribadi yang pandai bersyukur atas semua yang telah Allah berikan. Di sisi lain saya juga bersyukur karena memiliki nasib yang jauh lebih beruntung daripada orang-orang yang saya lihat lewat jendela gerbong kereta api. Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk saya melihat dan mengingat hal ini Yaa Allah.

Saya pun mengikuti jejak orang tua yang menjadi teman duduk di depan saya. Melangkahkan kaki menuju gerbong lain yang ternyata banyak kursi yang tak bertuan. Tak seperti yang ada di gerbong tempat saya duduk yang begitu padat dengan penumpang dan barang. Sungguh situasi yang nyaman untuk bersujud menyembah-Nya setelah mensucikan diri dengan air yang melimpah di toilet kereta api.

Dalam penantian menuju ke tempat tujuan saya melihat petugas kebersihan kereta api yang selalu mondar-mandir dengan tekunnya dari gerbong satu ke gerbong lainnya untuk membersihkan sampah dan menawarkan kantong kresek untuk menampung sampah para penumpang. Petugas kebersihan tersebut dengan sigapnya memunguti semua sampah. Menjaga kebersihan untuk kenyamanan para penumpang. Sungguh pekerjaan yang sangat saya hormati.

Ada juga pegawai berpakaian rapi yang bertugas mengecek tiket. Selain itu masih ada beberapa pegawai lain yang bertugas menjual berbagai macam makanan dan minuman. Saya pun akhirnya memesan segelas coklat panas sebagai teman membaca buku. Dalam lamunan di sela-sela membaca, saya teringat tentang sebuah kisah dari Agustinus Wibowo dalam bukunya “Titik Nol” yang menceritakan salah satu perjalanannya menggunakan kereta api menuju Mongolia dari RRC. Tentang perjalanan dan bagaimana menghabiskan waktu yang begitu lama di dalam kereta. Yang pasti tidak selama seperti yang saya rasakan.

Cahaya mentari senja itu menembus dinding kaca dan menyentuh wajah dengan hangatnya. Melukis senyum di wajah yang terlihat dingin ini. Tas yang berada di atas pun saya ambil bersamaan dengan para penumpang yang juga bersiap-siap untuk turun di stasitun Jatinegara. Sembari menunggu kabar dari teman lewat telepon genggam yang akan menjembut kedatangan saya di Jakarta saya pun melepas salam perpisahan ke kedua teman baru yang saya kenal di bangku gerbong kereta api.

Kereta pun berhenti, langkah kaki ini pun membimbing melanjutkan perjalan. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tantangan Menutup Media Sosial
Hidup itu memang penuh tantangan dan dengan tantangan hidup menjadi lebih menyenangkan. Menjadi lebih berwarna dan tidak monoton. Seperti apa yang ada dalam slogan sebuah makanan ringan: “life is never flat”. Hidup memang tidak pernah datar karena hidup itu penuh dengan cobaan dan masalah. Karena dengan masalah manusia akan ditingkatkan derajatnya. Karena dengan masalah manusia itu hidup.

Masalah dan tantangan bisa datang dari dua sisi yaitu dari luar dan dari dalam diri pribadi manusia. Tantangan datang dari diri manusia secara pribadi muncul berdasarkan banyak latar belakang. Salah satunya adalah karena ingin keluar dari zona nyaman. Sifat tantangan pun bisa bersifat positif ataupun negatif. Bisa pula dalam skala besar atau kecil.

Sejarah telah mencatat bahwa banyak manusia yang menantang diri mereka sendiri untuk menguji seberapa tinggi kemampuan manusia. Menyeberangi gedung WTC dengan seutas tali tanpa pengaman, menaklukan puncak Everest, perjalanan berpuluh-puluh ribu mil melalui jalur darat, melakukan penelitian untuk kemajuan peradaban, menjadi jurnalis disuatu negara yang penuh dengan konflik, mereka adalah beberapa manusia yang tercatat dalam sejarah mampu untuk menjawab tantangan dan meraih mimpinya.

Saya pun begitu, saya juga punya mimpi dan tantangan yang ingin saya jawab dan wujudkan. Ada salah satu tantangan yang bisa saya bagikan kepada anda. Tantangan ini tidak bersifat besar dan “waah” seperti apa yang telah saya sebutkan sebelumnya. Tapi manusia “jaman now” tidak mudah untuk meninggalkannya. Salah satu tantangan itu adalah selama satu bulan saya tidak menggunakan media sosial. Dalam kasus ini adalah media sosial Instagram.

Kenapa Instagram? Karena Instagram adalah media sosial yang sering saya gunakan dalam setiap harinya. Entah itu untuk mendapatkan informasi atau “sekedar” melepas kepenatan dikala menunggu atau bosan. Tantangan ini bermula ketika saya merasa resah dengan apa yang disuguhkan di media sosial Instagram. Yang sebenarnya tantangan ini merupakasan hasil muhasabah, instropeksi diri, merenung, memikirkan apa yang telah selama ini saya lakukan.

Di dalam media sosial banyak sekali konten yang bersifat positif dan negatif. Begitupun tujuan dan cara penggunaannya. Media sosial dapat digunakan untuk hal yang bersifat positif seperti tempat berbagi inspirasi dan kreasi begitupun tempat untuk berbisnis atau sebaliknya menjadi tempat berita hoax, penebar kebencian dan lain sebagainya.

Tidak mudah untuk meninggalkan media sosial di era serba internet. Terlebih Instagram adalah media sosial nomor dua terbanyak penggunanya setelah Facebook menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 lalu. Walaupun selama tahun 2017 saya melihat bahwa orang-orang di lingkungan pertemanan saya paling banyak mengakses Instagram daripada media sosial lainnya. Terlebih banyak dari mereka yang sudah meninggalkan Twitter dan Facebook. Sehingga Instagram adalah media sosial yang paling populer untuk berbagi informasi dan kabar.

Ada banyak hal yang mengakibatkan seseorang tidak bisa jauh dan sulit meninggalkan media sosial Instagram. Beberapa diantaranya adalah manusia tersebut sudah mengalami kecanduan, Instagram sebagai tempat berbisnis dan meraih keuntungan, wadah untuk berkarya, tempat untuk meraih kepopuleran, media untuk menyebarkan misi tertentu, tempat untuk meraih informasi, tempat untuk bersosialisasi dengan masyarakat, membuka Instagram sudah menjadi kebiasaan, Instagram sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan sebagai tempat seseorang melihat kabar terbaru dari dia yang tersayang. Ehem.

Ada banyak alasan kenapa saya memutuskan untuk meninggalkan Instagram atau tidak menggunakannya dalam kurun waktu tertentu. Dua diantaranya  adalah banyaknya perdebatan tidak sehat yang tidak mencerminkan jati diri orang Indonesia dan banyak waktu yang terbuang sia-sia karenanya.

Sebelum saya memutuskan untuk berhenti dari Instagram selama satu bulan, beberapa kali saya juga mencoba untuk berhenti dalam kurun waktu yang lebih singkat. Namun selalu gagal. Bahkan dalam satu waktu bisa meng-install aplikasi Instagram setelah beberapa waktu yang singkat sebelumnya di-uninstall, dan itu saya lakukan beberapa kali. Akhirnya setelah melakukan  beberapa percobaan dan gagal, saya menemukan formula untuk bisa meninggalkan Instagram.

Yang pertama tentu saja memperbaiki niat dan tidak ada niat yang begitu indah kecuali berniat karena beribadah kepada Allah. Kemudian ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu meng-uninstall aplikasi Instagram dan ‘Instagram Followers’. Instagram Followers merupakan sebuah aplikasi dimana kita bisa melihat siapa saja yang follow, unfollow, dan siapa saja orang yang nge-block akun kita. Ini sangat dianjurkan untuk di-uninstall karena terkadang kita kepo dengan aplikasi ini dan akhirnya menggunakan aplikasi Instagram lagi.

Namun, sebelum meng-uninstall aplikasi Instagram, saya mengubah keamanan akun menjadi private. Hal ini saya lakukan untuk jaga-jaga kalau saja ada teman yang mulai mem-follow akun Instagram milik saya tapi tidak segera saya followback. Padahal saya sedang melakukan tantangan. Selain itu juga memberikan kabar kepada teman-teman lewat Instagram story bahwa selama satu bulan kedepan saya sedang menjalankan tantangan dan tentu saja tidak bisa dihubungi lewat Instagram. Hal ini sebenarnya tidak ingin saya lakukan tapi berhubung ada beberapa teman yang biasa menghubungi saya lewat DM maka akhirnya saya putuskan untuk membuat Instagram story tersebut.

Adapun hal lain yang sebenarnya tidak penting namun pada akhirnya saya lakukan, yaitu merubah foto profil bertuliskan kata HIATUS berwarna putih dengan latar hitam dan bio yang bertulis: “Berhenti sejenak dari penatnya dunia sosial media. Belajar dan bersenang-senang di dunia nyata.”.

Tantangan ini dimulai tanggal 9 Januari 2018 dan hal ini sudah berlangsung melebihi target. Yang awalnya akan berhenti sampai tanggal 9 Februari 2018 tapi sampai sekarang tulisan ini di-publish saya masih enggan untuk menggunakan Instagram lagi. Setidaknya ini membuktikan bahwa manusia masih bisa hidup tanpa menggunakan Instagram. 

Berhenti menggunakan Instagram pada awalnya memang tidak mudah. Ada saja hal yang mengharuskan saya untuk membuka Instagram namun urung saya lakukan. Selain itu ada e-mail juga yang masuk berkatian dengan Instagram dari seseorang yang belum saya kenal. Kalau dari namanya dia bukan orang Indonesia. Selain itu cara berkomunikasinya dengan menggunakan bahasa Inggris. Menghubungi saya perihal konten yang ada di akun Instagram saya namun sampai sekarang belum juga saya balas. Bukan karena sombong tapi inilah tekad saya untuk berhenti dari Instagram.

Selain itu kenapa saya tidak mudah untuk meninggalkan Instagram karena saya memiliki beberapa akun lain di Instagram selain akun pribadi. Tapi tak apalah lagian akun lain juga belum kuat pondasinya. Tapi yang pasti akun-akun tersebut bukan akun bodong penebar berita hoax.

Sebelum Instagram menjadi candu untuk saya memang langkah yang tepat adalah mencegahnya. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Seperti kasus dua orang anak yang masuk rumah sakit jiwa karena kecanduan handphone dan internet.

Setiap orang memiliki cara masing-masing dalam membuat kehidupan yang lebih baik. Dan hal ini adalah sebuah langkah kecil yang bermanfaat untuk diri saya pribadi. Saya tidak mengkampanyekan kepada orang-orang untuk berhenti menggunakan media sosial. Karena di media sosial sendiri juga banyak sekali hal positif dan kita bisa menjadi bagian darinya. Namun, untuk sekarang jalan ninja yang saya pilih adalah berhenti sejenak darinya.  Meluangkan waktu untuk bersosialisasi dan menjadi bermanfaat di dunia nyata.

Jadi pembaca yang budiman dan budiwoman apakah kamu tertantang untuk menantang dirimu sendiri? Melaksanakan lima kali shalat fardhu di masjid tanpa tertinggal takbiratul ihram dari Imam selama 40 hari bertutut-turut atau menanam pohon setiap minggunya mungkin. Terserah, apa saja. Yang pasti itu baik dan tidak merugikan makhluk dan alam.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Mimpi Saya Menjadi Seorang Santri
Waktu itu usia saya sekitar 13 tahun baru saja lulus dari sekolah dasar. Dalam hati terbesit untuk melanjutkan sekolah ke pondok pesantren. Bukan sekolah formal di SMP negeri. Hal itu pun saya ajukan kepada kedua orang tua. Namun restu tidak saya dapatkan dan akhirnya terjerumus masuk ke dalam sekolah terfavorit  di kabupaten. Dimana butuh waktu sekitar 30 menit untuk bisa sampai ke sekolah tersebut dengan menggunakan bus. Itulah pertama kalinya saya ingin menjadi seorang santri. Bukan karena ingin merayakan hari santri tapi memang berasal dari hati.

Dua belas tahun berlalu akhirnya mimpi itu bisa terwujudkan. Saya Sukma Kurniawan yang sekarang masih duduk di bangku kuliah semester 12 prodi Matematika Universitas Negeri Yogyakarta akhirnya bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa menjadi seorang santri. Memori masa lalu yang agak kabur itu terulang. Dimana saya dengan polosnya meminta untuk bisa melanjutkan ke pondokan. Entah apa yang akan terjadi jika waktu itu sudah bisa menjadi seorang santri. Mungkin bisa lebih terjaga dari segala maksiat dan keburukan karena pergaulan yang mendukung. Atau akan menjadi seperti apa, saya tak tahu. Tapi tak perlulah untuk berandai-andai.

Ketika mendaftarkan diri menjadi seorang santri tidak luput untuk saya beritahukan ke Ibu karena memang di keluarga kami terbuka untuk adanya diskusi. Terutama saya sendiri sudah menjadi seorang mahasiswa. Antara orang tua dan anak bisa mengobrol dengan santai. Sedangkan kepada Bapak tidak karena Bapak sudah meninggal tepat satu tahun yang lalu di bulan Januari. Bulan yang sama ketika saya mendaftarkan diri menjadi seorang santri. Semoga Bapak diterima di tempat terbaik di sisi Allah.

Kabar itu saya sampaikan melalui pesan singkat dan ibu saya pun merespon. Isi pesan singkatnya kurang lebih seperti ini, yang mana sudah saya ubah ke bahasa Indonesia: Jadi santri dimana? Jangan ikut aliran-aliran yang aneh-aneh. Begitulah jawaban pesan singkat ibu saya dan setelah saya jawab “di UNY”, Ibu saya pun meng-iyakan tanda setuju dan berpesan untuk tidak meninggalkan tanggung jawab di perkuliahan yang tinggal menempuh skripsi.

Kedua orang tua saya melarang saya waktu itu menjadi santri mungkin punya alasan tertentu. Tapi yang pasti bukan karena dilarang untuk belajar agama. Buktinya ketika duduk di bangku TK dan SD saya diikutkan di dua tempat ngaji yang berbeda. Saya tidak dilarang untuk belajar agama di sekolah. Saya tidak dilarang ketika mengikuti kajian di masjid di dekat rumah. Saya pun juga tidak dilarang ketika mengikuti kajian di suatu tempat yang butuh waktu tempuh perjalanan berjam-jam.

Saya memang bukan menjadi santri disuatu pondok pesantren. Namun menjadi santri di sebuah lembaga yaitu Lembaga Pendidikan Islam Muhajidin (LPIM) UNY. Yaitu sebuah lembaga yang berada di masjid Muhajidin. Masjidnya kampus UNY. Walaupun demikian, tidak membuat saya lepas dari rasa bahagia. Ada empat kelas yang bisa diikuti dengan biaya pendaftaran yang beragam. Kelas pertama adalah kelas bahasa Arab untuk mengenalkan kosakata, percakapan dan kaidah bahasa Arab. Kitab yang digunakan adalah Durusu Lughah.

Kelas kedua adalah Tahsinul Qur’an untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an dengan metode yang digunakan adalah qiro’ati. Kelas ketiga adalah kelas Hifdzil Quran yaitu kelas untuk para penghafal Al-Qur’an dengan target yang dihafal adalah surat Ar-Rahman, Al-Waqi’ah, juz 28,29 dan 30. Kemudian kelas yang terakhir adalah Madrasah Tulabiyah yaitu pendalaman kajian keislaman. Pada kelas Madrasah Tulabiyah sendiri masih dibagi menjadi tiga kelas yaitu MT1, MT2 dan MT3. MT1 berisi tentang ilmu Al-Quran dan ilmu Hadits. MT2 berisi qa’idah fiqh dan strategi dakwah sedangkan MT3 berisi tentang fiqh dakwah/ budaya ilmu. Setiap santri bebas memilih kelas yang ingin diikuti. Bisa satu kelas atau lebih.

Alhamdulillah segala prosesnya dimudahkan termasuk biaya pendaftaran karena sebelumnya tak saya sangka bisa mendapat pemasukan dari pekerjaan yang Alhamdulillah sangat membantu. Begitupun dengan kemudahan-kemudan lain yang tak pernah saya bayangkan. Juga lika-liku dan pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang tak pernah saya duga. Mungkin lain kali bisa saya ceritakan. Semoga saya bisa istiqomah. Aamiin.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Photo via  puskesmasbantulkab.go.id
Memasuki minggu ketiga yaitu minggu terakhir batas waktu penyerahan board game saya mendapat kabar bahwa akan diadakan sebuah pelatihan tentang board game yang kami buat. Dengan judul “Pelatihan Pengembangan Media Promosi Kesehatan Melalui Board Game”. Jadi kami dari pihak tim produksi mendapat tugas baru yaitu menjadi pelatih para peserta yang diundang oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul selama tiga hari berturut-turut.

Peserta merupakan perwakilan dari 27 Puskesmas yang berada di Kabupaten Bantul. Setiap Puskesmas diwakili oleh dua orang peserta. Meliputi laki-laki dan perempuan serta dari berbagai tingkatan usia. Tujuan dari pelatihan adalah diharapkan nantinya perwakilan tersebut dapat mensosialisasikan dan mengembangkan media promosi kesehatan di Puskesmas masing-masing.

Acara dibuka oleh perwakilan Dinas Kesehatan kabupaten Bantul kemudian diisi oleh tim dari DAKON. Selama tiga hari berturut-turut pihak DAKON bertugas menjadi pemateri dan pelatih. Dimana pemateri memiliki tugas untuk memberikan wawasan yang berkaitan dengan board game secara umum di depan semua peserta sedangkan tugas dari pelatih adalah memberikan wawasan tentang board game karya tim DAKON dan memberi pelatihan cara bermain kepada peserta yang telah dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Saya sendiri bertugas menjadi salah satu pelatih. Ini merupakan pengalaman pertama saya berbicara di muka umum berkaitan dengan pekerjaan. Dimana pesertanya notabene lebih dewasa daripada saya ditinjau dari usia.

Dalam padatnya revisi dan produksi yang tidak mengenal waktu saya menyempatkan untuk membaca materi dan mempelajari kembali cara bermain tiga board game yang kami buat. Karena itu membuat saya lebih siap dan merasa nyaman dan tentu saja itu adalah bentuk tanggung jawab serta profesionalitas. Walaupun sebelum pelatihan ada pengarahan-pengarahan singkat tentang cara bermain yang mungkin ada tambahan atau pengurangan dalam setiap materi board game.

Pada hari pertama kami di tim pelatih memberikan pelatihan tentang board game yang bernama “Diabetamon”. Dimana sebenarnya rencana awal hari pertama adalah board game “Germas Game” namun diganti karena ada sedikit masalah di bagian produksi. Kemudian pada hari kedua permainan yang dimainkan adalah dua board game sekaligus yaitu “Germas Game” dan “Ciberat”. Selanjutnya pada hari ketiga diisi dengan memainkan beberapa board game yang dimiliki DAKON.

Pada hari ketiga saya terpaksa tidak ikut karena mengurusi di bagian produksi yaitu penyortiran. Demi tercapainya target pemesanan dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Jadi memasuki hari ketiga tepatnya lewat tengah malam komponen permainan yang tim buat baru selesai proses pemotongan. Kemudian dilanjutkan proses penyortiran komponen sesuai set yang sudah ditentukan. Yang mana jumlahnya ribuan. Memasuki waktu shubuh proses penyortiran kami hentikan untuk istirahat. Kemudian sekitar pukul delapan pagi kami melanjutkan kembali sampai menjelang sore hari akhirnya selesai. Hari dimana hampir 24 jam saya tidak tidur itulah hari ketiga pelatihan dan hari batas waktu penyerahan.

Itulah mengapa ada beberapa orang pada hari ketiga tidak ikut mengisi pelatihan. Di tim game designer yang terdiri dari sepuluh orang ada lima orang yang tidak ikut. Dua orang dari tim “Germas Game”, dua orang dari “Ciberat” dan satu orang dari “Diabetamon”.

Karena tidak mengikuti pelatihan maka saya dan empat rekan saya yang sibuk mengurusi di bagian produksi tidak mendapatkan royalty sebagai pelatih pada hari ketiga. Namun, Alhamdulillah-nya kami diberi “ganti rugi” oleh salah satu pemiliki DAKON dari hasil menjadi pemateri selama tiga hari berturut-turut. Yang mana jumlah jumlah royalty menjadi pemateri dan pelatih berbeda. Walaupun royalty menjadi pelatih tidak sebesar pemateri yang sampai jutaan namun kalau dikalikan tiga hari maka itu merupakan jumlah yang tidak sedikit. Dan tentu saja itu belum termasuk gaji utama menjadi game designer. Sungguh pengalaman yang berkesan dan bermanfaat sekali bagi anak kos seperti saya.

Baca juga:
1. [Board Game Kesehatan] Menjadi Bagian Tim DAKON Library X Dinkes Bantul
2. [Board Game Kesehatan] Serunya Proses Pembuatan Germas Game, Ciberat dan Diabetamon
3. [Board Game Kesehatan] Melatih Bapak-Ibu Pegawai Puskesmas

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Kontak

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Pengikut Via E-mail

Sekilas Informasi

 


Categories

board game catatan cerita cerpen doa DYM fotografi gunung instagram islam karya sastra keluarga kepenulisan kerja kuliah makanan pantai pernikahan prosa puisi quotes rafting sastra sejarah sungai sunrise tempat bersejarah traveling tutorial video wallpaper

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  Desember 2022 (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ►  2020 (2)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ▼  2018 (5)
    • ▼  April 2018 (1)
      • Sejarah
    • ►  Maret 2018 (1)
      • Perjalanan Pertama Menggunakan Kereta Api Indonesia
    • ►  Februari 2018 (2)
      • Tantangan Menutup Media Sosial
      • Mimpi Saya Menjadi Seorang Santri
    • ►  Januari 2018 (1)
      • [Board Game Kesehatan] Melatih Bapak-Ibu Pegawai P...
  • ►  2017 (4)
    • ►  Desember 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (1)
  • ►  2016 (50)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (12)
    • ►  Oktober 2016 (14)
    • ►  September 2016 (5)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (9)

Created with by ThemeXpose