Nasihat Ibu

by - 20.24.00

Nasihat Ibu
Suap demi suap nasi mengisi perut menemani perbincangan dengan keluarga di malam yang tak berhujan. Di rumah memang seperti ini, ketika saya pulang ada saja pelbagai masakan dan makanan enak. Entah itu sengaja saya pesan sejak dari Jogja ataupun tidak. Maklum, ibu saya penjual nasi sayur di pinggir jalan dekat Taman Wisata Candi Borobudur. Tak terbayang badan ini akan menjadi seperti apa kalau berlama-lama berada di rumah. 

Piring kini bersih dari tumpukan hidangan. Walau porsi makan tak sebanyak laki-laki seumuran pada umumnya, tapi berbagai jenis masakan berada di atas piring. Bapak kini keluar, meninggalkan saya dan Ibu berdua di ruang keluarga. Mungkin Bapak ingin memberi makan bebek, atau mungkin juga hanya sekadar mencari udara segar.

"Dek, nanti kalau sudah lulus, pekerjaan di Kuningan tidak usah diambil saja." Ibu berkata dengan lembut. Saya memperhatikan sambil melahap cokelat sebagai makanan pencuci mulut ala-ala saya. Dulu saya pernah bilang ke Ibu dengan nada bercanda bahwa kami anak-anak magang disuruh sekalian membawa surat lamaran pekerjaan kalau mau kembali lagi ke perusahaan tempat saya dan teman-teman saya melakukan Kuliah Kerja Lapangan alias magang. Walaupun bercanda, pada kenyataannya pemimpin perusahaan memang pernah menawari hal itu.

Ibu takut kalau saya bekerja di Kuningan nanti saya bakal kecantol cewek sana yang memiliki gaya hidup dan pola hidup yang tidak disukai oleh ibu saya. Ibu memang tidak berniat menggenenalisir semua cewek di sana memiliki gaya hidup dan pola hidup yang sama. Tapi nasihat ibu bukan tanpa alasan. Karena Ibu sendiri lahir dan besar di dekat daerah Kuningan. Kemudian hidup di Magelang dan bertemu jodohnya orang Magelang, yaitu Bapak saya. 

Ini merupakan nasihat kedua yang saya ingat dari ibu tentang memilih wanita. Waktu itu entah SMP atau SMA ibu pernah bilang kalau mencari wanita itu yang berwajah manis daripada cantik. Karena wajah yang manis akan bertahan daripada cantiknya rupa dengan seiring berjalanannya waktu.

Saya dan keluarga memang sering berdiskusi dan berbincang santai tentang apa saja. Tapi untuk masalah cinta dan wanita, saya tak pernah bercerita. Hanya sekali saya bercerita kalau saya sedang suka dengan seorang wanita. Itu pun dengan kakak laki-laki saya sewaktu SMA.

Ibu dan Bapak memang selalu membebaskan anak-anaknya memilih apa saja yang mereka suka dan menjalaninya. Termasuk soal wanita. Walaupun membebaskan, tapi tentu saja kedua orang tua saya akan memberi masukan-masukan yang bisa diambil anak-anaknya. Sadari saja mereka pernah menjadi remaja sedangkan anak-anaknya belum pernah merasakan menjadi orang tua.

Jadi kalau ada orang yang bertanya wanita yang ideal buat saya seperti apa, tanya saja dengan ibu saya. Karena saya sendiri sampai sekarang belum menentukan secara spesifik wanita seperti apa yang akan saya perjuangkan. Paling akan saya jawab: berjenis kelamin wanita sejak lahir, seiman, dan sehat jasmani maupun rohani.

Ah... sebentar, sepertinya sudah ada.

You May Also Like

0 komentar