Pergi ke Dokter THT |
Salah dua dari mereka adalah mata dan telinga. Kedua indera ini rentan untuk mengalami rasa sakit. Entah itu karena virus atau berasal dari pola hidup yang tidak baik. Kehilangan fungsi penglihatan secara normal pernah saya alami di bangku SMA. Namun hal itu sudah bisa teratasi dengan rutinnya mengedipkan mata ke sisa air teh semalam (teh basi semalam) di setiap pagi sebelum mandi. Serta mengurangi kebiasaan yang akan merusak fungsi mata.
Sejarah dengan penyakit di telinga juga memiliki cerita yang panjang. Kebiasan buruk karena terlalu sering mendengarkan musik menggunakan headset adalah salah satunya. Musik memang tidak bisa lepas dari hidup saya waktu itu. Apapun jenis alirannya. Terlebih musik metal dan hardcore, sampai suatu ketika pernah bergabung dan manggung di beberapa event sekolah dengan band yang beraliran demikian.
Belakangan ini sakit di telinga itu datang. Sudah tiga hari sakit di telinga yang sangat menyakitkan itu tak kunjung sembuh atau mereda. Menusuk dan mengeluarkan suara "nging" terus menerus. Terkadang suara "nging" itu mengeras dan rasa tertusuk itu seperti semakin dalam.
Sudah beberapa minggu suara "nging" di telinga kanan selalu mengisi setelah bangun tidur dan sudah beberapa bulan telinga sebelah kanan terasa seperti ada yang menyumbat ketika bangun tidur pula. Selama beberapa minggu dan bulan juga rasa itu akan mereda dan hilang setelah lama beraktifitas. Namun tidak dengan tiga hari belakangan ini.
Dengan melakukan tes-tes sederhana, pendengaran telinga kanan memang sangat berkurang. Tentu saja itu mengganggu ketika saya berkomunikasi. Tak hanya menurunnya pendengaran namun rasa sakit menusuk dan suara "nging" itu sangat mengganggu.
"Usia berapa?", "Dibarengi batuk pilek tidak?" itulah dua pertanyaan yang diajukan dokter spesialis THT yang saya temui di sebuah klinik.
Saya pun disuruh berbaring di sebuah kasur seperti yang berada di klinik-klinik pada umumnya. Dibantu oleh seorang asisten wanita yang juga merangkap sebagai resepsionis akhirnya telinga kanan saya diperiksa.
Semprotan air yang seharusnya menyegarkan atau mungkin mengakibatkan rasa geli nyatanya tidak saya rasakan. Namun rasa sakit yang menusuk itu yang timbul. Membuat saya meringis menahan rasa sakit. Hingga akhirnya proses selanjutnya yaitu mengeluarkan kotoran. Deretan gigi atas dan bawah saling beradu semakin menekan menahan rasa sakit. Kotoran yang lengket itu mengakibatkan proses tidak berjalan mulus dan memakan waktu. "Sumpaah ini sakiiiit bangeeeet!" batin saya. Sempat saya beberapa kali ingin bilang ke dokter untuk menghentikan aktifitas mengorek telinga kanan saya.
Kulit dalam memang begitu sensitif ditambah ada luka itu mengakibatkan tingkat kesensitifan bertambah. Otomatis rasa sakit yang timbul akan berlipat dari biasanya.
"Swooossh..." suara angin memasuki ruang-ruang dalam telinga keras terdengar setelah dokter mengeluarkan kotoran lengket yang cukup besar. Bahkan besar menurut saya. Suara itu seperti suara udara masuk lewat pintu pesawat yang terbuka ketika dalam penerbangan. Seperti suara udara yang masuk melalui lubang kamar kedap udara.
Udara itu begitu cepat memasuki telinga yang memiliki tekanan udara yang berbeda dengan udara luar. Selesai sudah serangkaian proses itu. Alhamdulillahnya hanya sebuah kotoran bukan sampai benjolan atau penyakit lainnya. Entah itu kotoran yang mengendap selama beberapa bulan atau tahun karena rasa mengganggu dan sakit ini pernah timbul ketika duduk di bangku SMA dan hanya saya biarkan begitu saja.
Kini banyak suara-suara asing yang saya dengar. Entah itu yang berasal dari luar atau dalam tubuh. Suara seperti sebuah pabrik yang mulai bekerja dan suara air mengalir mengisi pendengaran saya. Sampai akhirnya otak mulai mengenali suara asing-asing tersebut. Yang sebelumnya bahkan suara gesekan antara alas kaki dan lantai begitu bisa saya rasakan. Tidak hanya suara tapi getarannya yang sangat bisa saya rasakan.
Saya pun bertanya bagaimana cara membersihkan telinga yang benar dan dokter berkata bahwa yang dibersihkan cukup telinga bagian luar saja. Bagian dalam tidak perlu, karena itu bisa mengakibatkan kotoran masuk lebih dalam. Seperti yang saya lakukan sebelumnya yaitu menggunakan tisu dan air hangat yang nyatanya juga tak bekerja baik. Palah kotoran semakin masuk ke dalam dan menyiksa. Juga mungkin karena kebiasaan saya mendengarkan musik menggunakan headset yang mengakibatkan kotoran semakin masuk ke dalam.
Uang seratus ribu pun saya berikan ke dokter atas proses-proses yang sangat menyiksa tadi. Sesuai dengan biaya yang tertera. Juga dua ratus sepuluh ribu rupiah untuk menebus dua jenis pil yang harus saya minum agar tidak timbul infeksi. Dan menunggu tiga bulan untuk pemeriksaan ulang apakah ada infeksi atau tidak.
Berkaca dari pengalaman ini membuat saya enggan untuk mendengarkan musik atau apapun itu menggunakan headset secara berlebihan. Jangan sampai gendang telinga atau organ-organ dalam lainnya yang kena. Entah itu organ dalam telinga atau organ dalam lainnya. Cukup selama beberapa minggu ini, terlebih tiga hari terakhir saya merasakan menjadi orang yang tuli. Itu pun setengah tuli.
Tak bisa saya bayangkan mereka yang hidup dengan keterbatasan pendengaran. Saya sangat besyukur memiliki telinga yang bisa mendengar dengan baik. Dan saya bersyukur saya bisa mendengarkan lagi secara normal. Alhamdulillah.