• Home
  • Tentang
  • Cerita
  • Kepenulisan
Sukma Kurniawan. Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram

Jou sukma

4
"Ini kamar lu?" tanyaku ketika kami tiba di depan sebuah pintu kayu berlapis cat warna coklat. Mataku disibukan melihat setiap sisi pintu itu. Banyak sekali sticker yang menempel. Kebanyakan dari sticker itu adalah kenangan pos basecamp pendakian, event-event kampus dan beberapa gambar produk peralatan outdoor. Sepertinya dia lupa menaruh kunci kamar setelah aku meliriknya dan melihat tingkahnya yang kebingungan. Akhirnya dia menemukannya setelah mencarinya di saku kanan celana  jeansnya. Pintu pun dibukanya, "masuk breee....".

Rapi. Itulah kesan pertamaku setelah melihat ruangan yang ada di balik pintu warna coklat bersticker itu. Walaupun cukup banyak barang yang ada di dalam kamar tapi dia cukup pintar menata barang-barangnya.  Peralatan mendaki, buku-buku dan banyak sekali peralatan fotografi yang tidak tahu itu namanya apa. Tapi setidaknya pernah melihat benda-benda itu di situs online-shop waktu mencari kamera pocket untuk perjalanan backpaker-ku. Diapun menyalakan lampu kamar yang memang sudah mulai gelap menuju malam.

"Gerah gak luu?" dia bertanya sambil menyalakan kipas angin yang ada di bawah saklar lampu kamar tadi.
"Lumayan, wuih barang baru nih?" aku memegang sebuah sleeping bag yang ditaruhnya di atas lemari bajunya.
Dia melihatku yang sedang memutar-mutar sleeping bag nya "Udah setahun itu maah, yang dulu buat naik ada di rumah gak anget soalnya. Tau sendiri kan pas kita ke Merbabu dulu itu gimana? Dingin banget breee".
"Halaah.. alesan lu! lo gak bisa tidur karena mikirin wanita yang kamu cintai diem-diem itu kan?" Aku ingat betul wajahnya yang mendadak berubah pucat setelah mendengar cerita malam itu. Pandangannya kosong. Seolah-olah dunianya runtuh begitu saja secara tiba-tiba. Mendengar jawaban yang selama ini dia pikirkan tapi tidak berharap menjadi kenyataan.
Alisnya terangkat. "Hahaha.. bisa aja lu maah. Yaudah buruan sono mandi" jari telunjuk kanannya mengarah ke sebuah pintu dan jari telunjuk kirinya menekan sebuah tombol power televisi.
Aku pun menuju kamar mandi yang ada diluar kamar kosnya. Sedangkan dia sibuk dengan kameranya yang digunakan untuk hunting foto di stasiun tadi.


*****

Badan terasa lebih segar. Kecapekan duduk lama di kereta pun sedikit menghilang. Aku berdiri di depan pintu kamar kos sambil mengeringkan rambutku yang sudah memanjang. Masih penasaran dengan sticker-sticker yang ada di pintu tadi.
"Ngapain lu berdiri di situ? Ngalangin pemandangan. Hahaha..."
"Pemandangan apaan coba? Gak ada cewek juga. Haha. Banyak juga kegiatan lu"
Dia memasang wajah bingungnya. "Kegiatan apaan?"
Jari telunjuk kananku menujuk sticker-sticker yang ada di pintu coklat itu. "Niiih...."
"Oooh.. mayan laah. Eh nanti mau kemana nih? Restoran? Cafe? Kaki lima apa mau kemana?" dia antusias sekali ingin mengajakku keluar melihat kota pelajar yang istimewa itu.
"Restoran?? Ngapain coba. Males banget. Jangan cafe juga aah. Masak ke Jogja maennya ke cafe juga. Anterin gue keliling Jogja aja. Terus ke angkringan stasiun Tugu. Kan asik tuh..."
"Oke deeh.. kalo gitu gue sekalian bawa kamera"
"Serah lu deeh.. haha, yaudah giliran lu yang mandi sono"
Dia mengarahkan telapak tangan kirinya ke arahku. "Bentar...dikit lagi". Sedangkan tangan kanannya sedang memegang mouse memindah file foto dari kamera ke laptop. "Oh iya.. gue punya buku bagus nih.
"Buku apa?" tanyaku.
"Buku backpaker. Penulisnya Agustinus Wibowo" dia menunjuk sebuah buku yang ada di atas kasurnya. Mungkin sebelum tidur dia sering membacanya.
"Wuihh.. kece. Eh.. bukannya itu buku lama ya?"
"Iya keknya tapi baru sempet beli ini. Kalo enggak, baca buku atau novel tuh disana" dia menunjuk ke salah satu sudut kamar. Aku mengalihkan pandangan melihat ke sebuah sudut kamar yang ditunjuknya. Rupanya banyak sekali buku yang dia miliki tapi rasanya tidak ada yang berhubungan sama sekali dengan kuliah yang dia ambil. Aku juga melihat banyak sekali kertas-kertas coretan di samping tumpukan buku. Mungkin coretan-coretan kuliah pikirku. Dia pun beranjak dari duduknya, mengambil keperluan untuk mandi dan pergi menuju ke arah kamar mandi tanpa sepatah katapun.

*****

"Oh..iya sampai lupa nawarin minum. Mau minum ape?" 
Aku memalingkan pandanganku dari layar kaca dan melihat ke arah wajahnya. "Ahh.. gak usah. Gak perlu di tawari gue udah ngambil sendiri nih. Haha..." sambil menunjukan gelas ke arahnya.
Dia menoleh ke arahku. "Air putih aja nih? ".
"Iyeee...". Aku sengaja cuma minum air putih karena nanti juga bakalan minum kopi. Aku tau kalo ada beberapa kopi sachet dan susu sachet yang digantung di dekat jendela. Macam warung kopi saja aku pikir. "Yaudah yuk berangkat". Dengan pakaian kemeja kotak flanel hitam, jeans biru yang sedikit pudar dan sepatu sneaker aku pikir sudah cukup nglindungin dari angin malam. Ditambah sedikit aksesoris yaitu jam tangan dan beberapa gelang hasil kreasi sendiri. Sudah menjadi kebiasan bagiku menggunakan jam dan gelang. 
"Gak pake jaket lu?" tanya dia sambil mengambil jaket jeans biru yang ada hoodienya.
"Ah.. gak usah. Kan elu yang depan" sahutku.
"Ebuseeeet... haha. Oke deeh... "

Suasana kota pelajar malam itu begitu bersahabat. Tujuan pertama kami adalah angkringan stasiun Tugu. Cukup banyak tukang parkir waktu itu yang mengarahkan kendaraan kami seakan tau kalau tujuan kami adalah mampir di angkringan. "Lumayanlaah gak begitu rame" batinku. Banyak sekali anak muda yang menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Kebetulan malam ini adalah Sabtu malam. Setelah selesai berurusan dengan motor, parkir dan tukang parkirnya kamipun langsung menuju ke salah satu angkringan.
"Monggo... monggo" salah seorang pedagang angkringan menyambut kami dengan ramah.
"Pak. Es susu tape setunggal nggih. (dibaca : es susu tape satu ya) lu pesen ape?" temenku bertanya padaku.
"Ah.. aku kopi jos aja pak"
Kami disodori sebuah kertas menu. Karena tidak begitu rame jadinya tadi bilang duluan. Kamipun duduk di dekat segerombolan anak muda-mudi. Mahasiswa semester awal pikirku.
"Niih.. gue udah. Sekarang lu yang pesen" sambil menyodorkan kertas menu.
"Banyak banget lu pesennya" dia kaget saat melihat apa yang aku tulis. Yaah.. namanya belum makan seharian. Ditambah kangen banget sama suasana angkringan seperti ini. Dia pun segera menulis beberapa pesenan dan menyodorkan ke penjual. Tidak lama pesanan pun datang. 
"Gimana? enak kagak?"
"hemmm.. heemm..." Aku hanya bisa mengangguk dan memberi isyarat karena mulut penuh dengan makanan. 
"Udah.. santai aja. Baru jam segini jugak. Makanan masih banyak"
Aku tidak memperhatikannya. Aku sedang sibuk dengan semua makanan yang ada di depanku. "Gak ambil foto lu" tanyaku setelah selesai menikmati semua makanan.
"Ah.. enggak. Entar aja. Aku dah beberapa kali ambil foto di spot sini" 
"Yaudah fotoin gue aja. Haha..."
"Wuuuth?? wani piro? haha..."
Diapun mengambil sebuah kamera profesional yang dia bawa dan mengambil beberapa gambar diriku yang sedang asik menikmati kopi jos. Kopi yang bercampur dengan arang panas ditaruh langsung di minuman kopinya.
Dia memasukan kameranya kembali. "Habis ini mau kemana?"
"Terseraaah.. elu dah. Elu kan yang dah lama disini"
"Haaah... kek cewek lu. Pake terserah segala"
Karena dia bicara begitu aku pun mulai membahas soal wanita. "Eh... lu dah punya pacar belum?"
Dia menoleh ke arahku sambil menikmati minuman pesanannya. Kedua alisnya terangkat. "heeem..??"
Aku pun bertanya kembali tapi jawaban yang aku dapat bukan iya ataupun tidak. Dia hanya membalasku dengan ketawa. 
"Yaudah yuk lanjut ke tempat berikutnya. Dah selesai kan lu? Gak mau pesen lagi?"
Aku pun meng-iyakannya.
Selama perjalanan kami hanya membahas tentang persoalan kuliah dan masa SMA, tidak sekalipun membahas tentang wanita. Atau bahkan dirimu. Dirimu yang dia cintai dari awal bertemu.


*****

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tidak Ada Kebetulan
"Gak sengaja ngambil buku kuning ini, gak sengaja buka halaman ini, gak sengaja baca chapter yang ini"

Terbesit dalam pikiranku untuk membaca lembaran-lembaran kertas bertulis itu sebelum aku berlayar menuju samudera mimpi. "Mungkin beberapa kalimat diantara beberapa tumpukan buku ini bisa membuatku lebih baik sebelum tidur" pikirku. Tanpa aku sengaja aku mengambil buku yang ada di tumpukan bawah. Dengan warna kuning cerah yang menantang mata seolah mengajak mata untuk berduel, mungkin itu bisa menjadikan alasan kenapa aku mengambil buku ini. Tapi sepertinya bukan itu yang membuatku mengambil buku ini.

Sebenarnya ada dua buku yang ingin aku baca sebelum aku tidur. Sebuah buku tentang pengetahuan dasar dan Titik Nol sebuah novel tentang makna sebuah perjalanan. Tapi tak kusangka buku ini yang aku ambil dan aku baca. Tidak berhenti sampai disitu. Deretan-deretan kebetulan itu masih berlanjut. Secara tidak sengaja aku membuka halaman yang mengejutkanku dan chapter yang tidak aku duga. Buku ini memang sudah lama aku beli tapi jarang aku buka dan baca. Aku lebih tertarik dengan buku-buku yang lain untuk aku baca dalam keseharianku. 

Setiap kata yang aku baca seolah mengerti sekali dengan keadaanku sekarang. Kata yang begitu menasehatiku.
 
Hei kamu ! Iya, kamu
Kalau kamu nganggur terus, kapan rezeki itu datang?
Kalau kamu tidur terus kapan kerjanya?
Kalau kamu sedih terus, kapan bangkitnya?
Kalau kamu jahil terus, kapan pintarnya?
Kalau kamu jomblo terus, kapan nikahnya?
Kalau kamu tekuni dosa terus, kapan tobatnya?
Kalau kamu galau terus, kapan semangatnya?
Sudah, ayo bangkit! Kejar impian, gapai pahala, dan belajarlah semuda mungkin.
Quotes for Muslim karya Kusnandar Putra
Memang benar tidak semua yang tertulis itu terjadi dalam diriku. Tapi setidaknya tulisan itu sudah mewakili apa yang aku rasakan saat ini. Kebetulan ? Ah rasanya tidak. Aku tidak percaya dengan kebetulan, aku percaya semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi kehendak-Nya. Seperti yang telah tertulis sebagai firman-Nya.
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
 Aku mengerti, tidak ada kejadian di dunia ini yang terjadi tanpa kehendak-Nya.

"Haaah..." aku menghela nafas panjang dan dalam. "Terima Kasih atas kesempatannya".
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Romantisme si Laki-Laki Pemalu
Kau adalah laki-laki yang suka memendam perasaan cinta terhadap wanita yang kau damba. Kau yang pintar menjadi teman disamping orang yang kau suka. Kau yang pandai menyembunyikan cahaya cinta yang ada dalam dada.

Kau laki-laki pemalu.

Kau laki-laki yang khusuk mendoakannya dalam setiap sujud. Mendoakan keselamatan dan kebahagian orang yang kau sayang. Mendoakan supaya nanti dirimu dan dirinya dipersatukan dimana Tuhan sebagai saksi suci. Kau hanya berkata : “Kepedulian  dan perhatian bukan selalu tentang suatu yang diperlihatkan atau bahkan dipamerkan ke semua orang. Aku hanya bisa berdoa”.

Kau laki-laki pemalu.

Kau laki-laki yang diam-diam memperjuangkannya. Kau yang bersemangat saat bekerja mencari nafkah sebagai usaha untuk menjemputnya. Atau setidaknya sekedar berada disekitarnya. Nafkah yang kau gunakan untuk bisa pergi makan dengan dia dan teman-temannya. Nafkah yang kau gunakan untuk menemani dia yang senang berpetualang. Kau yang bekerja keras supaya nanti bisa pergi makan dan berpetualang dengan dia hanya berdua sebagai pasangan suci.  Kau hanya berkata : “Aku tidak bisa diam saat mencintainya”.

Kau laki-laki pemalu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
3
Suara orang-orang yang sibuk menurunkan barang bawaannya membangunkanku dari tidur lelapku. “Udah sampai stasiun ternyata, Alhamdulillah nyampek” batinku. Aku melihat barang-barangku yang aku peluk sewaktu tidur. Masih utuh dan lengkap. Aku pun bergegas dari tempat dudukku. Dengan mata yang masih samar setelah bangun dari tidur, aku mengecek handphone kalau ada kabar dari dia, temanku. Aku memang sudah janjian dengan dia, kalau nanti sampai stasiun bakalan dijemput. Ternyata memang benar. Ada pesan singkat dari Dia. Isinya kurang lebih seperti ini.
Nanti kalo udah nyampek sms aja bro. Aku dah di stasiun. Slow aja... aku juga lagi hunting photo kok.
Aku pun segera membalas pesan singkat itu. 

“Woyy... !” terdengar suara dan tepukan di bahu yang mengagetkanku. Ternyata Dia. “Gilee lu. Kaget gua” jawabku spontan. Diapun hanya tertawa terbahak-bahak. Seakan-akan tidak peduli kalau jantung ini mau copot. “Yaudah, shalat dulu sana. Blm shalat kan luu” kata Dia.

Selama perjalanan dia begitu cerewetnya menjelaskan apa saja yang kita lihat di kanan-kiri eksotisnya jalanan kota pelajar di sore hari itu. Bagai pemandu wisata yang mau di bayar lebih. Aku tersenyum dan dalam batinku terucap : “Inilah Dia. Laki-laki yang kata orang pendiem, sombong karena jarang nyapa, maklum deh orangnya pemalu, aneh, absurd gitu deh. Apalagi kalau sama wanita. Cuma bisa jadi patung. Tapi entahlah kalau selama beberapa tahun ini sudah berbeda jadi sedikit lebih percaya diri. Tapi kalo udah kenal ramenya minta ampun deh”. Aku pun tertawa sendiri. Lalu bagaimana perasaan dia, apakah masih terjaga untukmu?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
2
Aku duduk terdiam melamun sambil melihat hiruk pikuk aktifitas pagi ini. Beristirahat setelah melakukan rutinitas lari di Minggu pagi. Banyak sekali orang yang melakukan aktifitas di pagi yang cerah ini. Ada yang sibuk ber-selfie dengan sahabat-sahabatnya ada juga yang sendiri. Banyak sekali remaja yang lalu lalang berlarian mengelilingi area jalan di sebuah gedung rektorat Universitas yang sangat terkenal di wilayah itu. Para orang tua dan anak-anak pun tak kalah banyak. Ada yang mengisi aktifitas olahraganya dengan sekedar jalan kaki atau bersepeda. Atau bahkan bermain sepak bola dan bulu tangkis di tanah lapang depan gedung utama. Ada juga yang sibuk menjajakan minuman dengan  berkeliling. Menawarkan ke setiap orang yang ada di area jogging itu.Aku mengambil handphone di saku kanan celananku. Melihat jam digital yang ditunjukan di layar depan. Aku tak terbiasa jogging membawa handphone. Tapi kali ini tidak, handphone terpaksa aku bawa karena jam tangan yang biasa terikat di pergelangan tangan kiriku rusak setelah jatuh dari lantai dua gedung perkuliahan. Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Nampak foto aku bertiga dengan teman-temanku waktu pendakian di Merbabu dulu. Sudah dua tahun lebih ternyata. Sekarang mereka pasti disibukkan dengan tugas akhirnya. Aku pun begitu.

Aku jadi teringat dengan percakapan kami malam itu. Percakapan yang mengungkapkan rahasia terdalam dari sebuah perasaan. Kira-kira bagaimana ya kabarnya Dia. Bagaimana dengan perasaannnya kepada Wanita itu. Aku pun melamun. Bagaimana jika itu terjadi padaku? Apakah aku kuat menahan perasaan itu? Ah tidak. Aku tidak seperti Dia yang pandai menyimpan perasaan. Kalau itu terjadi padaku sudah pasti aku katakan dari awal. Tidak perduli dengan apa yang akan terjadi nanti. Aku pun teringat sesuatu. Oh iya, wanita yang dicintai oleh Dia kan populer waktu di SMA. Setidaknya aku tahu dari kelas satu sampai kelas tiga selalu ada yang mengejar-ngejar cinta wanita itu. Entah itu teman satu kelas, teman satu angkatan. Atau bahkan kakak tingkat.

Aku pun teringat kembali waktu kelas satu wanita itu memiliki hubungan cinta dengan kakak kelasnya yang duduk di bangku kelas dua IPA. Aku tidak tahu secara pasti tapi itu memang sudah menyebar luas di SMA terlebih lagi di kelas. Waktu kelas dua dan tiga pun begitu. Wanita itu punya hubungan cinta dengan teman satu kelasnya. Aku pun mengernyitkan dahi berpikir lebih dalam. “Apa? Teman satu kelasnya? Bukankah dia dan wanita itu satu kelas selama tiga tahun?” Aku berkata dengan diriku sendiri di dalam hati. Bagaimana dia bisa bertingkah biasa saja di depan wanita dan laki-laki yang dicintai oleh Wanita itu. Aku tak habis pikir dengan apa yang dia lakukan dalam kesehariannya. Enam hari dalam seminggu selama tiga tahun memasang wajah tidak terjadi apa-apa.

Bagaimana jika itu terjadi padaku? Bukankah cinta datang tanpa diundang? Aku hanya terdiam dan mendoakan dia supaya diberikan kekuatan dan kesabaran. PING! Terdengar dentingan suara handphone memecah lamunanku. Aku tersadar bahwa aku harus bergegas packing barang untuk kembali ke daerah asal sebelum menghadapi tugas akhir. Aku pun menghubungi dia, temanku itu. Berniat singgah di tempatnya, menikmati suasana kota pelajar. Sebelum pulang menuju ke rumah.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
1
Aku kenal dengan seseorang laki-laki yang sering aku jumpai dalam keseharianku menuntut ilmu di bangku sekolah menengah atas. Dia yang dimasa mudanya penuh gejolak yang tidak pernah dia ungkapan di permukaan. Terkadang sering keras dengan wanita. Bukan karena dia kasar tetapi memang banyak alasan dia melakukan itu. Dia yang sering meladeni ucapan temannya. Karena dia memang orangnya tidak mau kalah dan mengalah. Aku tidak membenarkannya akupun juga tidak mau menyalahkannya. Aku mengenal dia sudah lama. Dia orangnya baik, begitu perhatian tapi dia membungkusnya dengan sangat tebal dan rapi. Sehingga tidak ada orang yang tahu bentuknya yang asli. Mungkin karena pengalamannya di masa lalu yang membuat seperti itu. Aku yang akhirnya dipertemukan dengan dia dalam satu kelas di bangku sekolah menengah atas setelah terpisah tiga tahun karena aku dan dia berbeda SMP. Andai dia tahu kalau wanita itu suka dengan kelembutan, tutur kata yang halus dan ramah. Entah itu wanita yang keras ataupun lembut, mereka sama saja. Yaitu menyukai tutur kata yang halus dan ramah. Mungkin suatu saat dia akan menemukan jawaban itu dalam perjalanan hidupnya.

Malam ini aku sibuk dengan lembaran-lembaran kertas dan buku-buku untuk aku pelajari sebagai persiapan menghadapi ujian besok. Terdengar suara handphone berdering tanda ada pesan singkat yang masuk. Kamar yang berantakan penuh dengan barang bertumpukan itu membuatku bingung menemukan keberadaan handphone. Akhirnya aku temukan. Ada nama dia yang nampak di layar depan. Ternyata “dia” teman SMA ku dulu yang mengirimi pesan singkat. Aku baru sadar kalau sudah satu tahun aku tidak bertemu dengan dia. Sudah dua semester ini juga aku tidak pernah berkontak dengan dia secara langsung. Maklum aku dan dia menempuh sekolah di perguruan tinggi yang berbeda. Tidak hanya perguruan tinggi yang berbeda tapi provinsinya pun berbeda. Dengan jarak yang jauh ini sulit bagi kami saling bertegur sapa secara langsung. Aku pun mulai membaca pesan singkat itu dan mulai melompat kegirangan. Bagaimana tidak, dia mengajakku dan beberapa teman SMA kita dulu untuk melakukan sebuah pendakian di Merbabu saat liburan semester dua. Kebetulan kita memiliki hobi yang sama. Sudah sejak SMA aku dan dia bergabung dalam organisasi pecinta alam. Aku pun langsung meng-iyakannya.

Hari yang dinanti pun datang juga. Dengan wajah sumringah kami saling bertegur sapa menanyakan keadaann dan kabar. Ada satu teman wanita ternyata yang ikut dalam pendakian ini. Namanya Tika. Kami bertiga adalah teman dekat waktu SMA dulu.

Malam dimana kebenaran pun terungkap.

Hawa dingin menyelimuti malam saat kami beristirahat di pos 2 Merbabu. Kami memutuskan untuk membuat tenda disini. Malam-malam kami habiskan dengan mengobrol sambil minum kopi dan susu hangat. Setelah sebelumnya membuat makanan dari perbekalan yang kami bawa dari bawah dan sayuran yang kami dapat dari petani di bawah. Awalnya kami ingin membelinya tapi petani itu memberikannya cuma-cuma. Malam semakin larut tinggal kami bertiga yang mengobrol di tempat yang sama. Di bawah pohon yang tak begitu besar tapi begitu rindang. Aku, Dia dan Tika duduk bersebelahan menggunakan satu matras dikelilingi oleh tenda-tenda di sekitar. Kami mengobrolkan kenangan-kenangan yang telah kami lalui di masa SMA dulu dan kesibukan masing-masing di perguruan tinggi yang berbeda. Ngobrolin tentang kenakalan-kenakalan waktu SMA dan lambat laut mengarah ke arah percintaan. Membahas soal mantan, gebetan, kasih yang tak sampai dan persoalan cinta lainnya. Kami pun menertawakannya. Aku pun bertanya dengan dia, teman baikku itu. “Lagi deket atau suka sama siapa?” Kataku. Dia hanya tersenyum dan mengelak merasa tak nyaman ditanyai seperti itu. Karena tidak mau menjawab kemudian si Tika pun bercerita tentang masa lalunya yang kami berdua tidak tahu.

Tika menceritakan bahwa dulu waktu SMA pernah ada wanita yang menyuruhnya menjauhi seorang laki-laki. Wanita itu berkata kepada Tika bahwa dia sudah terlanjur sayang dengan laki-laki itu dan menyuruh Tika untuk menjauhinya. Karena kebetulan saat itu Tika sedang dekat dengan laki-laki itu. Aku pun sontak merespon ke Tika dengan nada bercanda :”Laah.. kok bisa. haha”. Hanya aku yang merespon apa yang dikatakan oleh Tika. Entah kenapa temanku yang satunya hanya berdiam dan cuma sedikit tersenyum. Aku dan Tika pun saling menatap dengan raut wajah penuh dengan pertanyaan. Kami berdua sepemikiran. Apa yang terjadi dengan teman kita yang satu itu tuh.

Tidak selang lama Dia pun berkata : “Sebenarnya aku suka dengan wanita itu”. Aku dan Tika pun sontak kaget. Aku bingung harus bagaimana untuk menyambung percakapan ini. Karena begitu bingungnya hanya kata “terus?” yang secara spontan aku katakan. Dia pun menceritakan bahwa dia sudah suka dengan wanita itu sejak SMA kelas satu. Kebetulan dia dan wanita itu satu kelas bersamaan. Bahkan tiga tahun Dia dan Wanita itu duduk di dalam satu kelas yang sama. Aku yang waktu kelas satu duduk disampingnya begitu kaget tidak menyadari kalau laki-laki yang katanya “kasar” itu menyimpan perasaan begitu sangat dalam dan merahasiakannya sampai sejauh ini. Selain itu, yang membuatku begitu heran adalah kuatnya dia dalam menyimpan perasaan itu, bagaimana tidak. Laki-laki yang disuruh untuk dijauhi oleh Tika itu ternyata adalah teman dekatnya Dia. Dia, Laki-laki itu, dan Wanita itu adalah teman satu kelas waktu kelas dua dan tiga. Aku dan Tika pun hanya berucap agar dia kuat dan bersabar.

Malam semakin malam. Langit yang begitu cerah memperlihatkan bintang-bintangnya. Indah sekali malam itu. Hawa dingin yang menyelimuti terhalang oleh hangatnya percakapan kami. Seakan-akan Tuhan menyuruh kami untuk berlama-lama disitu. Karena besok pagi-pagi kita sudah diharuskan untuk bangun dan melakukan perjalanan maka kami mengurungkan diri untuk berlama-lama. Aku pun masuk tenda bersamaan dengan Dia. Tampak jelas raut bingung yang ada diwajahnya. Sesekali dia menutupinya dengan canda dan senyum.

Masih menjadi pertanyaan besar hawa dingin, suasana yang begitu tenang, obrolan hangat di pegunungan bisa membuka misteri yang begitu dalam.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
[Quotes] Pendiam


Pendiam. Tak punya kata cinta terangkai terucap. Tapi punya rasa tersendiri untuk menyayangi.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Apakah Kita Ada?
Setiap manusia yang terlahir di muka bumi ini pasti memiliki jodohnya masing-masing. Surga yang diturunkan oleh Allah ke dunia sebagai teman dalam hidupmu. Yang menjadikan hidupmu menjadi tenang, nyaman dan hati menjadi tentram. Semua itu akan kamu dapatkan dalam ikatan suci pernikahan bukan pacaran. Apakah kamu menginginkannya? Aku pun begitu. Aku berharap bisa dipersatukan dengannya dalam ikatan suci pernikahan di dunia ini. Bagaimana tidak? Dengan menikah kita dapat menyempurnakan setengah agama kita.

Tapi, apakah kita akan bersatu di dunia ini? Semoga iya.

Ada fakta unik dalam diriku yang tidak banyak orang tau. Bahwa aku hampir saja tidak bisa melihat dunia ini. Tapi berkat doa dan usaha dari ibu aku bisa melihat indahnya dunia ini. Saat aku masih dalam kandungan, bidan menyuruh ibuku untuk menggugurkan kandungannya. Karena alasan keselamatan. Kiret kata ibu kepadaku. Tapi setelah aku cari di mesin ketik google tidak aku temukan kata kiret disana yang ada adalah kuret. Entah, tapi yang pasti demi keselamatan ibu kandungannya harus digugurkan. Kekhawatiran bidan dengan kandungan ibu yang melemah tak sebesar kekhawatiran ibuku terhadapku. Ibuku lebih mengkhawatirkanku. Ibuku lebih menyayangiku. Akhirnya aku pun hadir di dunia ini.

Kemudian aku bertanya?

Apakah belahan jiwaku sudah terlahirkan di dunia ini? Atau bernasib tak seberuntung aku? Apakah…? Ah.. aku memohon ampunanMu. Aku telah berpikiran negatif. Bukankah Allah tau setiap apa yang akan dilakukan hambaNya bukan. Bahkan sebelum aku menulis ini pun Allah tahu bahwa aku akan menulisnya. Aku terlalu sibuk memikirkan yang jauh padahal kualitas diri ini perlu banyak diperbaiki. Mungkin dalam perjalanan kita akan bertemu. Dalam setiap langkah yang kita tuju. Aku ingin menjemputmu wahai belahan jiwaku.

Apakah kita ada?

Mudah-mudahan iya.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
[Quotes] Pemuja Rahasia
Pemuja Rahasia. Dua kata sederhana yang menyimpan banyak cerita. Dua kata sederhana yang berakhir luka atau bahagia.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts

Kontak

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Pengikut Via E-mail

Sekilas Informasi

 


Categories

board game catatan cerita cerpen doa DYM fotografi gunung instagram islam karya sastra keluarga kepenulisan kerja kuliah makanan pantai pernikahan prosa puisi quotes rafting sastra sejarah sungai sunrise tempat bersejarah traveling tutorial video wallpaper

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  Desember 2022 (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ►  2020 (2)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Desember 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (1)
  • ▼  2016 (50)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (12)
    • ►  Oktober 2016 (14)
    • ►  September 2016 (5)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ▼  April 2016 (9)
      • [Cerpen] Dia yang Memperhatikanmu (4)
      • Tidak Ada Kebetulan
      • [Prosa] Romantisme si Laki-Laki Pemalu
      • [Cerpen] Dia yang Memperhatikanmu (part 3)
      • [Cerpen] Dia yang Memperhatikanmu (part 2)
      • [Cerpen] Dia yang Memperhatikanmu (part 1)
      • [Quotes] Pendiam
      • Apakah Kita Ada?
      • [Quotes] Pemuja Rahasia

Created with by ThemeXpose