• Home
  • Tentang
  • Cerita
  • Kepenulisan
Sukma Kurniawan. Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram

Jou sukma

Selamat Menempuh Hidup Baru
Setiap generasi pasti memiliki tahap dan fase yang akan terjadi dalam kehidupan generasi itu sendiri. Dimana "pasti" ini bukan berarti suatu hal yang mutlak. You know what? End of the world maybe—sesuatu hal yang mengakibatkan pasti menjadi tidak mutlak.

Akan tetapi tahap dan fase yang "pasti" tadi tidak selalu bisa datang di kehidupan manusia yang ada di dalam generasi itu. Mungkin karena kematian atau alasan lainnya.

Saya lahir di generasi awal 90an. Tak perlu juga saya ngasih tau tepatnya kapan kan? Sekarang sudah tahun 2016, hampir 2017. Dimana tahap dan fase yang akan datang atau yang sedang terjadi sekarang dalam hidup saya adalah munculnya banyak undangan dari beberapa teman tentang hari bahagianya.

Ada beberapa teman juga yang sudah melangsungkan pernikahan di usia sangat muda dan ada juga yang berencana menikah di atas kepala tiga. Tapi, saya sendiri setuju bahwa empat tahun dari sekarang adalah "tahun emas" untuk melangsungkan pernikahan.

Terus, apakah itu akan terjadi sama saya?

Saya pikir pernah saya tulis di salah satu prosa curhatan "Aku: Apakah Kita Ada?".

Saya terkadang masih terbayang kontradiksi tentang konsep jodoh yang tidak jauh dari dunia percintaan, pacaran dan pernikahan yang sering menggalaukan saya dulu. Bukan berarti sekarang saya sudah mendapatkan jawaban dan tidak menggalaukannya lagi, hanya saja memang saya tidak mencoba memikirkannya. Alasannya simple, hal itu bukan prioritas yang saya kejar sekarang dan beberapa hal yang mengakibatkan saya memilih jalan ini sekarang.

Ada golongan yang mengatakan jodoh itu gak usah dicari, nanti juga datang sendiri. Sedangkan golongan yang lain mengatakan kalau jodoh itu harus dicari. Ada golongan yang mengatakan jodoh itu gak kemana. Sedangkan golongan yang lain  mengatakan kita harus kemana-mana supaya mendapatkan jodoh. Ada golongan yang mengatakan jodoh itu sudah tertulis pasti. Sedangkan golongan lain mengatakan jodoh itu belum pasti, manusia itulah yang memastikan. Ada golongan yang mengatakan jodoh itu Tuhan yang menentukan. Sedangkan golongan lain mengatakan kita yang menentukan, Tuhan yang merestui.

Dan beberapa kontradiksi lain yang masuk akal. Terus, saya masuk golongan mana? Saya sendiri masuk golongan yang makan popcorn dan melihat mereka saling berdebat argumen.

Kontradiksi itu hanya sebagian kecil yang pernah saya galauin tentang konsep jodoh.

Saya sendiri masih bingung dengan yang dimaksud jodoh. Apakah jodoh dan belahan jiwa itu hanya satu orang saja? Ada beberapa hal juga yang sering saya pikirkan dulu. Mungkin kamu juga pernah memikirkannya.

1. Jika seseorang laki-laki berpoligami dan memiliki isteri lebih dari satu, lalu manakah jodoh yang sebenarnya?
2. Jika ada manusia yang pernah menikah kemudian dia menikah lagi karena kematian atau perceraian, lalu yang mana dikatakan jodohnya? Yang pertama atau berikutnya?
3. Jika ada manusia yang pernah menikah kemudian bercerai, lalu apakah dia tidak memiliki jodoh?
4. Kalau ada seorang manusia yang belum menikah sampai akhirnya ajal menjemputnya, apakah dia gak memiliki jodoh di dunia?
5. Kalau ada seorang laki-laki yang sudah ditetapkan menjadi pasangan seorang wanita oleh Tuhan, kemudian seiring berjalannya waktu laki-laki itu mati karena di bunuh oleh seseorang. Lalu apakah si wanita itu tidak memiliki jodohnya (dalam artian dipersatukan)?
6. Kalau kemudian (no.5) akhirnya si wanita mendapatkan pasangan hidup, apakah dia merebut jodoh orang lain atau memang dia memiliki jodoh lebih dari satu?
7. Kalau kita dalam menikah berlandaskan paksaan bukan karena keikhlasan, apakah itu jodoh?

Setelah saya bertanya-tanya tentang konsep jodoh di atas, saya juga terpikirkan tentang ciri-ciri dari cinta sejati itu seperti apa. Mereka bilang cinta sejati itu :

1. Cinta sejati itu katanya yang bisa menerima kita apa adanya.
2. Cinta sejati itu katanya yang membuat kita bisa menjadi diri sendiri.
3. Cinta sejati itu katanya yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.
4. Cinta sejati itu katanya yang bisa saling melengkapi.
Dan masih banyak lainnya.

Tapi saya sendiri palah berpikir bahwa bahasan tentang ciri-ciri cinta sejati yang saya tuliskan di atas hanya sebuah keinginan dan harapan orang yang mengatakannya saja. Bukan berarti saya menolak pendapat-pendapat itu, tentu saja saya sangat bersyukur jika memang saya mendapatkan wanita yang memiliki ciri-ciri di atas. Hanya saja saya masih bingung dan menggalaukannya bukan?

Walaupun sekarang tidak terlalu memikirkan hal itu, dimana saya menjadi golongan pemakan popcorn tapi saya sendiri sependapat jika jodoh itu memang bagian dari rejeki. Kalau jodoh itu bagian dari rejeki berarti kita harus berusaha bukan? Seperti halnya saya saat ini yang sedang memperjuangkan skripsi. Kalau skripsinya tidak saya buat kan tidak akan selesai. Kalaupun skripsinya lancar tapi tidak pernah di konsultasikan sama saja gak bakal selesai. Itu pun masih ada tahap-tahap lainnya. Doakan saya yak, yang lain udah pada lulus dan kerja tuh. Hemm.

Jodoh itu terkadang lucu, yang diperjuangkan mati-matian tidak kita dapatkan sedangkan saat kita beristirahat ada yang menemani dan akhirnya dikatakan sebagai "jodoh". Itu membuktikan kalau jodoh itu sudah ada yang mengatur tapi ada usaha keluar untuk mengejar. Walaupun bukan orang yang pertama kita inginkan. Terus kalau kita menolak orang itu gimana? Terus kalau kita berhasil mengejar orang itu? Terus kalau kita akhirnya pergi dan suatu waktu seseorang yang kita kejar dulu kembali dan mencari gimana? Entah itu berakhir bahagia ataupun kelam (lagi)?

Gimana suk? suk? Gimana? Arghhhh...! Pusing juga daku ini.

Kita memang sering menggalaukan mana yang IYA, mana yang TIDAK, dan mana yang BELUM.

Tuhan bisa berkata IYA ini jodoh kamu.
Tuhan bisa berkata TIDAK ini bukan jodoh kamu.
Atau Tuhan berkata BELUM, sekarang belum saatnya kamu bersama dengannya.

Saya sendiri meyakini setiap orang memiliki jalan masing-masing dan akan mendapatkan jawaban yang prosesnya tak selalu sama dengan orang lain. Entah kenapa proses mencari jawaban ini menyenangkan walaupun terkadang membuat pusing dan saya terima begitu saja.

Ada satu kisah lagi yang lucu tentang jodoh dengan analogi seorang pendaki. Ada pendaki yang ingin berjuang bersama dengan pasangan pendakiannya dari basecamp. Ada pendaki yang akhirnya justru harus melepaskan pasangan pendakiannya setelah dia berada di puncak atau dalam perjalanan. Ada pendaki yang menunggu pasangannya di puncak. Ada pendaki yang akhirnya tumbang. Tapi, ada juga pendaki yang berjuang sendiri sampai akhirnya di perjalanan menuju puncak dia bertemu dengan pasangannya yang sama-sama berjuang. Jangan lupa dalam mendaki kita juga harus menikmati proses dan pemandangan yang Tuhan suguhkan.

Saya dulu selalu bermimpi memiliki pasangan yang memulai bersama dari titik nol sampai akhirnya mencapai puncak kesuksesan bersama. Sangat indah dan penuh cerita bukan? Tapi sekarang saya adalah pendaki yang berjuang sendiri menuju puncak dan berharap bertemu dengan seorang yang memiliki mimpi yang sama. Iya, mimpi. Tuhan memang tidak selalu mengabulkan apa yang kita inginkan, tapi Tuhan selalu mengabulkan apa yang kita butuhkan kok.
"Halah, alasan! Kamu ngomong gitu karena kamu jomblo kan? Jones palah!"
Hem.. oke-oke, saya memang jones, puas? Sedih aku. Hiks.

Ketika nanti pada akhirnya kita menemukan jodoh satu hal yang pasti yaitu kita harus menjaga jodoh yang menjadi pasangan kita itu. Tidak hanya membiarkan dan melepaskan begitu saja. Semua yang kita dapatkan adalah ujian. Karena sejatinya ujian tidak hanya datang saat kita sedih, tapi juga bahagia. Dimana saat bahagia apakah kita dapat bersyukur dan lain sebagainya.

Saya juga terkadang berpikir apakah Tuhan membiarkan kita mendapat pasangan yang salah karena usaha ngotot kita? Seperti halnya Tuhan membiarkan kita saat berbuat dosa? Agar kita berpikir dan semua ini adalah bagian dari ujian-Nya. Karena pada akhirnya yang menjalani setiap keputusan yang kita ambil adalah kita sendiri. Hemm.. berat pak!

Saya percaya dengan takdir dan sangat tidak percaya dengan kebetulan. Lalu jodoh itu suatu takdir yang bisa dirubah atau sudah mutlak? Hemm, saya pun masih bertanya-tanya.

Selamat menempuh hidup baru buat teman-teman yang sudah mendapatkan jodohnya. Jangan lupa untuk saling menjaga, mengisi dan berbagi. Semoga menjadi keluarga yang penuh dengan kedamaian, cinta dan kasih sayang. Maaf kalau gak bisa datang dan kemungkinan sangat tidak akan datang kalau tidak dapat undangan secara personal. Mungkin ada alasan tertentu. Saya mengerti itu, walaupun saya tidak ada dalam undangan tapi doa saya menyertai kebahagiaan kalian.

Yang belum bertemu (dipersatukan) dengan jodohnya kamu gak sendirian kok. Hahaha. Semoga lekas dipersatukan bagi yang ingin segera dipersatukan.

Aamiin :D
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Sebuah memori tentang perjalanan saya mendaki gunung Merbabu untuk pertama kali yang diabadikan dalam 57 detik. Dimana waktu itu saya dan rombongan mendaki gunung Merbabu via Wekas menuju puncak Syarif.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Diam
Siang itu di sebuah halaman rumah yang cukup luas dan aman terlihat dua bocah laki-laki sedang berlari dan bermain bersama. Lima atau enam tahun usia mereka sepertinya. Menikmati masa anak-anak yang penuh canda tawa. Tidak ada raut sedih yang nampak di wajah mereka. Hanya ada senyum dan tawa menggantung di bibir kedua bocah itu.

Dilihatnya sebuah putung rokok tergeletak di tanah dari seorang serdadu yang baru saja membuangnya. Sebatang rokok yang sebelumnya menemani sang serdadu duduk menunggu seorang penjahit menyelesaikan pesanannya.

Sebuah bangunan dari kayu dan bambu yang cukup tua itu  menjadi ladang untuk mencari rejeki bagi penjahit yang sudah tak muda lagi. Ditemani kursi panjang dari kayu untuk duduk pelanggan, si penjahit sudah bisa membuka lapaknya di kesehariannya.

Bangunan tua si pejahit dan rumah yang memiliki halaman cukup luas untuk bermain dua bocah tadi terletak bersisian. 

“Eh, rokok-rokok!” dengan penuh kegirangan salah satu bocah itu berkata kepada bocah lainnya. Rasa penasaran pun muncul dalam benak mereka berdua. Diambilnya putung rokok itu dan perlahan-lahan mendekat ke bibir yang masih perjaka.

“Manis! Enak-enak!” teriak salah satu bocah.

“Sini-sini, aku juga pengen coba.”

“Nih!” bocah itu memberikan rokok yg dianggap sudah menjadi miliknya ke bocah satunya. Sebatang rokok itu kini dinikmati kedua mulut bocah itu. Bergilir dari satu mulut ke mulut lainnya.

Sang serdadu tertawa melihat pemandangan yang sedang dilihatnya. Dengan lucunya dia memamerkan kepada si penjahit. Si penjahit tersenyum sekedar membalas pernyataan dari sang serdadu. Tapi tetap diam menghiraukan. Kedua bocah itu menghiraukan mereka para orang tua yang sedang tertawa, sang serdadu dan si penjahit. Walaupun masih nampak rasa malu-malu dalam raut wajah kedua bocah itu.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Parkour
Ada hal yang bisa dilakuin nih buat kamu yang pengen cepet kurus, kulit kencang, sehat, gesit, cantik, ganteng, ah.. cukup. Yaitu dengan cara olah raga parkour. Atau free running. Sebenarnya kedua hal tersebut gak jauh beda sih.

Oke, emang apa sih parkour?

Parkour adalah seni gerak tubuh untuk berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Ibaratnya nih, kalo pencak silat itu seni bela diri. Nah! Kalo parkour itu seni melarikan diri. Hehe..

Pertama kali saya mengenal parkour itu waktu SMA. Tapi kalo soal pecicilannya sih, sebelum SMA juga udah begitu. Tapi, entah kenapa saya sekarang jadi pribadi yang anteng. Serius deh.

Dari SMA juga akhirnya ketemu temen-temen yang punya hobi sama. Orang-orang yang sadar bahwa lari dan melompat itu sungguh menyenangkan. Merasakan nikmatnya menemui daratan setelah lama terbang (dibaca: melompat), seolah waktu berhenti sejenak seperti di film-film, merasakan nikmatnya rambut berkibas tertiup angin, menyentuh telinga dan ada rasa geli-geli, eittss... SMA kan rambutnya selalu cepak! Oke, lupakan.

Dari pertemanan SMA juga akhirnya mendirikan sebuah komunitas dan grup parkour Magelang. Yang buat sih sebenernya temen yang sekarang jadi model dan duta wisata Magelang gitu. 

Awal latihan cuma berempat dan kemudian bertiga dimana semua anggotanya anak satu kelas. Tapi lama kelamaan ngebuat grup komunitas di facebook. Dimana facebook jaman segitu lagi booming-booming-nya. Akhirnya banyak anggota terkumpul. Ya, anggota di facebook doang, latihannya mah kagak.

Tapi pada tahun kedua SMA, saya dan temen-temen merekrut anak-anak kelas satu buat ikutan jamming. Dimana yang diajak juga mereka yang aktif di kepramukaan. Kok pramuka? Soalnya dulu saya ikut Dewan Kerja Ambalan. So, mereka-mereka yang anak kelas satu bisa gampang di rekrut. Tapi kita gak maksa kok. Yakin deh. Mereka pada ikut soalnya kagum aja melihat betapa kerennya saya yang jago maen parkour. He...

Bermula dari tahun kedua itupun akhirnya sering latihan. Entah itu di komplek wisata candi Borobudur, sekolah sudah pasti dan terkadang ngambil matras sekolah buat latihan. Kemudian alun-alun Magelang, beberapa tempat tak bernama dan yang paling sering diagendakan adalah Minggu pagi di Rindam Magelang.

Sudah pasti di Rindam banyak obstacle-obstacle yang beragam karena lokasi itu adalah tempat untuk latihan para tentara yang dibuka untuk umum. Sering aktif di kota Magelang itulah akhirnya punya banyak kenalan temen anak Purworejo, Temanggung dan sekitarnya yang sama-sama hobi maen parkour.
Bersama kenalan mentor dari Temanggung/Purworejo. Lupa bosku.

Jatuh dari atas tak seenak ketika kita jatuh cinta. Yakin.

Jago kan saya? Ngalem diri sendiri tak apa kan ya.
Parkour itu emang olahraga yang membakar kalori banyak banget. Waktu SMA saya memang kurus, gesit dan satu lagi: kulit hitam gosong yang gak ada manis-manisnya. Hampir setiap hari latihan di siang bolong udah jadi rutinitas waktu itu.

Parkour di tempat saya gak sepopuler kota-kota besar. Walaupun sampe sekarang juga banyak yang gak kenal apa itu parkour sih, masuk televisi aja juga tahun berapa. Tapi saya dan temen-temen punya keinginan ikut Jamnas (Jamming Nasional) yang diikuti oleh beberapa wilayah di Indonesia dan terkadang ada pembicara dari luar negeri.

Karena dulu masih sekolah dengan kendala waktu dan uang yang sempit beberapa tahun di sekolah pun gak kesampean ikut. 

Resiko maen parkour itu juga sangat tinggi. Itu juga gak lepas dari apa yang saya alami. Lengan terkilir, jari kena, tulang-tulang di badan nyeri dan apalah-apalah lainnya pernah saya alami. 

Waktu berlalu yang sering latihan cuma bertiga yaitu saya dan temen yang pertama kali saya temui bermaen parkour. Dimana kesibukan kita memiliki kemiripan: sekolah, parkour, pramuka dan pencak silat.

Tahun ketiga saya sudah gak aktif bermain parkour, bahkan sampe sekarang. Karena punya kesibukan yang lain, tapi terkadang sempet juga melihat temen-temen pada latihan dengan beberapa temen baru yang ternyata udah jago-jago.

Sempet juga di pensi tahun ketiga di sekolah saya mereka menunjukan kebolehannya. Otomatis saya tidak ada, jarang latihan cuy, resiko tinggi. Waktu itu cuma manggung ngeband ajasih. Itupun rasa greget yang menggairahkan saat maen band juga udah gak sebesar waktu SMP.

Beberapa temen juga sampai sekarang masih aktif bermain parkour dan akhirnya ada yang ikut jamnas.

So, pakour emang suatu olahraga yang bisa kamu lakuin jika ingin menjadi sosok seperti judul yang saya tulis. Satu saran buat kamu yaitu, hati-hati.

Itulah beberapa rekaman foto, video dan juga kenangan yang pernah saya alami dengan dunia parkour. Maafkan kalo foto dan videonya gak jernih dan gak jelas. Itu juga ngerekamnya udah pake Hape terbagus pada jamannya lho. Dimana masih jamannya Hape symbian.

Itulah hasil yang bisa diambil oleh Hape Nokia E-71, berkasing hitam dan terbuat dari alumunium. Sangat mudah dan dingin saat memegangnya. Minat PM! Serius.., tuh hapenya ada di kardus dah lama gak kepake. Hehe.

Salam
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Saya dan Teman-Teman
Yogyakarta itu memang istimewa deh, salah satu yang membuatnya tak lain tak bukan yaitu kebudayaannya. Banyak sekali acara budaya tahunan yang sering diadakan di Yogyakarta. Salah satunya adalah Kirab Bakpia.

Kirab bakpia sendiri adalah acara tahunan yang sering diselenggarakan di kelurahan Ngampilan, Yogyakarta. Dimana disana adalah sentra kuliner bakpia. Yang sering kita kenal dengan nama Bakpia Pathuk.

Menurut KBBI, Kirab adalah perjalanan bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan lain sebagainya). So, kirab bakpia adalah rangkaian upacara atau pawai yang membawa gunungan bakpia sebagai intinya.

Kirab bakpia sendiri merupakan bentuk syukur atas kelimpahan rezeki yang diterima oleh pengusaha bakpia Ngampilan pada khususnya dan warga Ngampilan pada umumnya. Selain itu, merupakan bentuk ungkapan berbagi, bersuka cita dan memohon kepada Tuhan untuk kehidupan yang lebih baik.
Kirab Bakpia
Acara ini pun tak lepas dari agenda yang ada di dalam hidup saya. Walaupun saya bukan orang Yogyakarta tapi saya sendiri bisa merasakan euforianya. Bahkan tidak cuma menonton, tapi ikut keliling dengan "sedikit" berpakaian adat ala Yogyakarta.

Acara ini bisa saya ikutin tak lepas dari koneksi pertemanan yang dibangun saat KKN (Kuliah Kerja Nyata). Walaupun acara KKN sudah berakhir tapi kami para mahasiswa KKN dan pemuda di tempat KKN masih berhubungan baik. Dimana tempat KKN saya dulu di salah satu RW di Ngampilan, Yogyakarta.

Berbekal dari informasi dari Pak RW dan para pemuda akhirnya saya dan beberapa teman mahasiswa KKN ikut ke lokasi dan meramaikannya. Berbekal kepedean juga kamipun mengikuti rombongan. Walaupun tidak dari titik start karena telat. Dengan sedikit berlari-lari dan menembus jalan pintas akhirnya bisa menyusul ke rombongan RW tempat saya KKN dulu.

Acaranya sangat seru dan menyenangkan. Kami mendapat respon yang sangat positif dari warga. Dengan ramah tamah khas orang Jogja mereka menyambut kami dengan senyum di wajah mereka. 
Saya dan temen-temen mendapat kesempatan memegang kenthongan yang awalnya dibawa anak-anak.  Gak usah ditanya iramanya bagaimana. Ancuuuuur!!! Hahahaha.

Acara ini saya ikuti mendadak dan tanpa persiapan, tiba-tiba saja diberi alat sebagai tanda alarm dari bambu itu. Dimana juga bisa menjadi sebuah alat musik. Gak kebayang deh iramanya bagaimana. Semuanya belum nyatu. Untungnya saja mereka (warga) fine fine aja. 

Merem
Sebenarnya, ada beberapa temen juga yang dateng ke lokasi tapi tidak ikut pawai. Mereka hanya sekedar menonton dan mendokumentasikan acara. Tapi, overall jempol untuk mereka dan acaranya.
Dua jempol deh :D

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Memasak itu salah satu kegiatan yang menarik bagi saya. Di keluarga saya sendiri semuanya sudah terlatih bisa masak. Yah, walaupun ibu saya punya warung makan kecil-kecilan tapi saya sendiri sering memasak minimal buat saya makan sendiri.

Banyak yang bilang masakan ibu saya enak dan akhirnya banyak yang jadi langganan. Saya juga sependapat. Tapi, semua anggota keluarga saya setuju kalo yang paling jago masak sih babe (biasa saya panggil Bapak). Bukan karena babe laki-laki jadi terus di bilang jago—bukan. Tapi emang blio pandai masak. Endes lah.

Masuk ke dunia kampus dan jauh dari rumah tentu saja saya sudah jauh dari dunia masak-memasak. Palingan kalo pulang. Tapi pada tahun ke dua (kalo gak salah) saya mulai mencoba memasak di lingkungan kosan (indekos). Hitung-hitung menghemat anggaran buat makan dan memang terbukti benar adanya.

Tapi, tidak usah bayangin kalo saya bakal memasak memakai dapur ala chef-chef di tv-tv itu—gak mungkin juga. Seperti warung burjonan/warmindo saja juga tidak. Waktu itu kompor yang saya pakai bahan bakarnya tidak dari gas tapi dari spiritus. Penampakannya seperti ini nih:
Kompor Bikin Sendiri ala Kadarnya
Berbekal kompor bikinan sendiri dan peralatan memasak outdoor yang sudah lama saya beli, memasak di kosan pun tak jadi masalah. 

Satu tantangan memakai kompor ini: Gak bisa ditinggal!

Karena tidak ada pengatur besar kecil nyala api, jadi perlu keahlian tersendiri biar masakan gak gosong. Selain itu, harus ditunggu sampai mati baru bisa ditinggal. Jadi pinter-pinter deh seberapa banyak naruh spiritusnya.

Ada sensasi tersendiri juga kalo buat minuman memakai ini kompor. Panasin airnya terus tuang deh bahannya. Bisa susu, kopi, sereal atau dicampur sekalian. Terserah deh, tinggal mau bikin apa. Tunggu hingga bercampur dan menyatu. Walaupun di kosan udah ada dispenser tapi gak tau kenapa rasanya ada yang beda aja. Mungkin para barista yang jago bikin kopi dengan berbagai teknik itu bisa menjelaskan.

Masakan yang saya buat juga bukan masakan ala restoran mewah—yakali. Masakan rumahan ala kadarnya emang cukup mudah dan bahannya gampang dicari. Nge-goreng telur atau bikin nasi goreng bisa menjadi solusi. Cukup beda juga sebenarnya dari burjonan, karena telur yang saya pakai adalah telur bebek.
Nasi Goreng Telur
Tapi gak setiap hari juga ngegoreng telur atau bikin nasi goreng. Bosen juga yekan? Terkadang juga masak salah satu menu favorit masakan rumahan yaitu: "Oseng-oseng tahu kecap!". Ndesss bet!
Oseng Tahu Kecap
Memasak waktu hidup di kosan itu sesuatu banget. Selain ngebantu masalah keuangan mahasiswa dengan perekonomian "pas-pasan" seperti saya, memasak juga bisa menyalurkan hobi saya dengan dunia kreatifitas.

Butuh waktu lebih kalau kamu mau memasak sendiri. Kalau kamu memang mau menghemat keuangan dan tidak mau terlalu ribet ada satu jalan tengah yang bisa kamu ambil yaitu cukup dengan menanak nasi pakai Rice Cooker. Jangan lupa arahkan tombolnya ke "Cook" jangan "Warm", hehe. Terus tinggal beli deh lauk sama sayur di warung-warung kesayangan anda. Kalau gak kesayangan juga gapapa deh.

Dari memasak saya sadar bahwa butuh perjungan dari mereka yang menghidangkan masakan di depan saya. Butuh perjuangan besar dari mereka para petani yang menanam padi, bumbu-bumbu hingga akhirnya bisa disajikan di atas piring saji. Perjalanan dari manusia satu ke manusia lainnya. Keringat mereka, peluh mereka, tangis dan jeritan perjuangan mereka, ada disetiap cerita di balik sebuah masakan.

Ada satu kalimat yang sering terngiang-ngiang di kepala saya dari tokoh bernama Sanji (One Piece): "Uang tidak membuatmu kenyang".
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Analogi Hati dan Lidah
Hati (perasaan-red) dan lidah tak ubahnya pinang dibelah dua. Kedua hal tersebut sama-sama bisa menilai suatu objek tertentu. Menilai dengan predikat baik dan buruk, benar dan salah, kemudian memilih dan memilah mana yang sesuai atau tidak sesuai menurut setiap individu pemilik hati (perasaan-red) dan lidah.

Banyak indikator seseorang dalam menilai suatu hal yang kemudian menimbulkan banyak penilaian yang berbeda dari setiap individu pemilik hati dan lidah. Entah itu negara, suku, ras, agama, budaya, pengalaman, ilmu, belajar dan lain sebagainya. Namun, dari semua indikator itu sejatinya terbagi menjadi dua latar belakang. Yaitu latar belakang asal dan latar belakang proses. Dua latar belakang inilah yang nantinya membangun sebuah penilaian.

Latar belakang asal adalah suatu keterangan yang menjelaskan keadaan awal. Dalam konteks ini adalah keadawaan awal individu pemilik hati (perasaan-red) dan lidah. Sedangkan latar belakang proses adalah keadaan dimana individu pemilik hati (perasaan-red) dan lidah sudah mengalami kontak dengan indikator-indikator di luar latar belakang asalnya.

Kita ambil contoh dalam latar belakang asal yaitu sebuah indikator kelahiran. Individu yang lahir di suatu negara di Eropa dan di Indonesia akan memiliki perspektif sendiri dalam menilai suatu objek atau kejadian tertentu.

Orang Indonesia yang terlahir di sebuah wilayah yang kaya akan emas hijau yaitu rempah-rempah kebanyakan akan menyukai masakan dengan cita rasa yang kaya. Percampuran dari satu bumbu dengan bumbu lainnya. Atau cotoh lainnya adalah rasa pedas. Berbeda dengan individu yang terlahir di suatu negara di Eropa kebanyakan dari mereka tidak menyukai rasa pedas. Contoh lainnnya adalah penilaian tentang buah durian. Yang mana di Indonesia terkenal dengan sebutan rajanya buah. Kebanyakan orang Indonesia menyukai rasa dan tekstur dari buah durian sedangkan hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh kebanyakan orang yang terlahir dan besar di salah satu negara di Eropa.

Begitupun penilaian yang menggunakan hati (perasaan-red). Salah satu objeknya adalah yang berkaitan dengan budaya dan adat istiadat. Kita ambil contoh sebuah kejadian dimana seorang istri mencium tangan suami. Menurut penilaian orang Indonesia itu merupakan suatu yang wajar. Bentuk cinta dan kasih sayang dari seorang istri kepada suami, pun sebaliknya. Namun bisa berbeda menurut pandangan individu yang terlahir di salah satu negara Eropa. Hal tersebut akan dinilai sebuah hal buruk. Dimana menurut individu tersebut hal seperti itu dianggap sebagai ketidak setaraan gender. Tak jarang itu akan menimbulkan culture shock. Walaupun tidak semuanya seperti itu.

Kemudian dalam latar belakang proses adalah ketika individu tersebut sudah mengalami asimilasi. Sebuah pertemuan dan penyesuaian dengan cara berpikir, pola berpikir dan indikator-indikator yang berbeda-beda. Itulah yang disebut sebagai pengalaman dan proses belajar. Yang akan menimbulkan suatu penilaian yang baru.

Setiap individu manusia yang memiliki hati (perasaan-red) dan lidah memiliki penilaian tersendiri dalam menilai suatu objek atau kejadian tertentu. Kalau seperti itu maka individu atau kelompok satu tidak perlu memaksakan kebenaran menurut pandangannya kepada individu atau kelompok yang lain. Lalu kalau kebenaran dalam kehidupan itu berlandaskan persepsi dari setiap individu, maka kebenaran yang memang benar-benar benar itu yang seperti apa? Mungkin kita perlu bertanya dengan sesuatu hal yang menciptakan kehidupan itu sendiri.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kesempatan
Terkadang aku sering bertanya kenapa Allah begitu banyak memberikanku kesempatan untuk tahu lebih banyak tentang ilmu, pengalaman, dan hal-hal yang baik dan benar. Itu mengingatkanku tentang firman-Nya.
Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Telah datang kepadamu (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa mendapat petunjuk, maka sebenarnya (petunjuk itu) untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa sesat, sesungguhnya kesesatan itu (mencelakakan) dirinya sendiri. Dan aku bukanlah pemelihara darimu." (Yunus:108)
Aku tahu di luar sana masih banyak hal-hal yang tidak aku ketahui. Semakin banyak hal baru yang aku temui, semakin aku tahu bahwa pengetahuanku tak seberapa. Aku memohon kepada-Mu Ya Allah semakin banyak aku membaca maka jadikan aku semakin banyak berpikir dan belajar.

Ijinkan aku tahu lebih banyak Ya Allah, dan jadikan aku semakin dekat dengan-Mu karenanya. Jangan jadikan aku menjauh dari-Mu setelah aku tahu banyak kebaikan dan kebenaran dari aturan-Mu. Doaku seperti doa mereka.
(Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk bagi kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi." (Ali Imran :8) 
Jadikan sisa umurku ini menjadi sesuatu yang baik. Jangan jadikan aku seperti mereka yang Engkau biarkan Ya Allah. Seperti firman-Mu yang pernah aku baca.
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan. (Al Imran: 178)
Ya Allah , tidak ada Tuhan selain-Mu. Yang Maha hidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Mu). Maka ijinkalah hamba-Mu ini kembali ke jalan lurusmu, yang benar lagi baik. Seperti pada ayat-ayat yang kau wahyukan kepada Rasul-Mu, Muhammad ï·º.
Katakanlah, "Wahai hamba-hambak-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosanya semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53) 
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (Az-Zumar: 54)


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hi Travelers, tidak lengkap rasanya kalau main ke Magelang tanpa merasakan wisata airnya. Setelah mengunjungi candi Borobudur tidak salahnya kalian mampir untuk merasakan arum jeram (rafting) di sungai Elo, Magelang.

Ada dua sungai di Magelang yang sudah dikelola dengan sangat baik untuk melakukan arum jeram. Selain sungai Elo terdapat juga sungai Progo. Akan tetapi untuk pemula saya sarankan untuk mencoba sungai Elo terlebih dahulu. Karena sungai Progo sendiri memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada sungai Elo.

Selain memiliki tingkatan keamanan yang tinggi, sungai Elo juga bisa anda nikmati dengan waktu yang cukup lama dengan durasi 2,5 - 3 jam. Sangat memuaskan bukan?

Sungai Elo sendiri bisa kalian lihat di sekitar candi Mendut. Banyak sekali hotel, tempat makan dan perusahan pribadi yang bisa kalian datangi untuk mendaftar arum jeram. Terdapat tiga pembagian waktu pemberangkatan yaitu pagi (08.00-09.00), siang (12.00-13.00) dan sore (15.00).

Saya sarankan untuk membawa teman dan keluarga untuk mengikuti arum jeram, selain menambah keseruan dan menghemat pengeluaran juga jadwal arum jeram anda bisa dilakukan secepatnya. Karena jumlah minimal dalam satu perahu arum jeram adalah 4 sampai 6 orang. Dimana River Guide tidak terhitung dalam jumlah yang saya sebutkan tadi.

Tapi untuk kenyamanan anda reserfasi sebelum kedatangan sangat saya anjurkan.

Fasilitas yang bisa anda dapatkan adalah sebagai berikut.
1. Asuransi
2. Sewa peralatan arum jeram
3. River Guide/ pemandu
4. Transportasi dari tempat penyedia jasa arum jeram sampai starting point (tempat awal peluncuran arum jeram)
5. Porter
6. Kamar mandi
7. Snack, air mineral dan kelapa muda di pemberhentian untuk istirahat
8. Paket makanan setelah selesai arum jeram

Sedangkan ada juga paket tambahan lainnya.
9. Free photo
10. Sertifikat (beberapa penyedia arum jeram menyediakan sertifikat)
11. Penyewaan kamera anti air/tahan air

Untuk biaya melakukan arum jeram dari tempat satu dan lainnya berbeda. Tapi bisa ditaksir kisaran Rp 600.000 - Rp 800.000 untuk satu perahu dan pemandu ditambah fasilitas yang saya sebutkan di atas (nomor 1 sampai 9).

Saya sendiri telah berkesempatan untuk melakukan arum jeram di Sungai Elo dua kali. Dengan penyedia jasa yang berbeda. Berdasarkan pengalaman saya pribadi, perbedaan dari satu tempat dengan tempat lainnya adalah paket makanan (nomor 8), fasilitas tambahan dan tentu saja harga.

Berikut adalah keceriaan yang dapat diabadikan fotografer penyedia jasa saat saya dan rombongan melakukan arum jeram di sungai Elo.

Keseruan di Salah Satu Jeram yang Berada di Sungai Elo

Briefing Sebelum Mengarungi Sungai Elo

Salah Satu Atraksi yang Bisa Anda Nikmati

Menikmati Pemberhentian Pertama dengan Menyantap Snack dan Kelapa Muda (nomor 7)

Menikmati Sungai dengan Terjun Langsung

Enjoy!
Enjoy !
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hi Travelers!

Menikmati momen sunrise merupakan salah satu kenikmatan tersendiri dalam hidup di dunia ini. Dimana kita menunggu detik-detik munculnya sang surya menyinari alam di pagi hari. Dengan suasana udara yang sejuk jauh dari polusi.

Sebelumnya siapa sih yang gak tahu tentang candi Borobudur? Dimana gaungnya sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. 

Akhirnya, kaki kecil penulis bisa berkesempatan untuk melangkahkan kakinya ke candi Borobudur untuk menikmati sunrise. Dimana sunrise Borobudur digadang-gadang sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi di dunia.

Tiket masuk untuk menikmati sunrise di candi Borobudur berbeda dengan tiket masuk candi Borobudur pada umumnya. Dimana tiket masuk candi Borobudur pada umumnya baru dibuka pukul 06.00 pagi. So, anda bakal ketinggalan untuk menikmati momen sunrise.

Cara termudah dengan akses yang lebih awal adalah melalui hotel Manohara. Anda boleh bermalam sebelumnya atau datang ke hotel Manohara di pagi hari. Dimana disana sudah dibuka pukul 04.00 pagi.

Inilah beberapa fasilitas yang akan anda dapat ketika menikmati sunrise melalui hotel Manohara.
1. guide (optional)
2. breakfast setelah menikmati sunrise
3. senter
4. souvenir (selendang batik)

Sedangkan untuk biaya melalui hotel Manohara adalah sebagai berikut.
1. Pengunjung Asing : Rp 400.000 per orang
2. Pengunjung Domestik/ Pengunjung Asing yang membawa KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) : Rp 270.000 per orang.

Harga di atas tidak termasuk dengan guide.

Berikut adalah hasil yang bisa diabadikan oleh lensa SUKMAKUR.
Sunrise di Balik Batu Candi
view from Manohara hotel

Cloudy Bro.

Mt. Merapi
Enjoy !
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Salah Satu Bentuk Kesenian Payung yang Ditampilkan dalam Festival
Ada acara baru nih yang bisa diagendakan buat kalian yang hobi jalan-jalan. Yang mungkin udah bosen dengan tempat yang itu-itu aja. Satu lagi event besar Indonesia yang akan menarik wisatawan yaitu Festival Payung Indonesia.

Untuk ketiga kalinya, Festival Payung Indonesia diadakan di tempat yang sama yaitu Bale Kambang, Solo, Indonesia.

Festival Payung Indonesia mempertemukan pelaku industri kreatif kreasi payung, penggiat pelaku seni karnaval dan masyarakat. Bertujuan untuk mengenalkan sejarah payung Nusantara yang merupakan salah satu karya seni dan budaya.

Festival Payung Indonesia sendiri di buka dari pukul 09.00 - 21.00. Cukup dengan uang tiga ribu rupiah untuk biaya parkir anda sudah bisa menikmati Festival Payung Indonesia. Karena Festival Payung Indonesia sendiri tidak dipungut biaya masuk alias GRATIS! Sangat terjangkau bukan?

Beberapa kegiatan yang rutin diadakan untuk memeriahkan festival ini di antara lain, workshop budaya, pasar seni, pagelaran fashion, pertunjukan tari, karnaval, lomba foto dan lukis, serta pameran foto.

Berikut adalah hasil jepretan mata lensa SUKMAKUR.

Keramian pada Hari Terakhir Festival Payung Indonesia 2016

Foto by @sukmakur
Hiasan di Gerbang Pintu Masuk

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Iya, Aku Sayang Kamu.
"Iya aku suka kamu, aku cinta kamu dan tentu saja aku sayang kamu".

Suasana sunyi tanpa kata di antara mereka berdua kini berubah menjadi tanda tanya bagi Gita. Jemari tangannya yang lentik itu berhenti memainkan tangkai cangkir yang penuh dengan kopi latte, dan kini memandang ke arah laki-laki yang duduk di depannya. Memandang penuh tanda tanya.

Sebelum mulutnya mulai terbuka Masastra melanjutkan kata-kata jujur dari hatinya. Namun kini mereka saling menatap dalam satu frekuensi yang sama.

"Dan aku masih ingin bebas dan membebaskanmu. Aku tidak mau ada sesuatu hal yang mengikat untuk sekarang. Entah kenapa aku merasa ada yang menahan jika kita memiliki hubungan yang lebih dari seorang teman untuk saat ini. Bukan apa-apa, aku hanya selalu percaya dengan perasaanku sendiri. Karena aku merasa tidak nyaman berhubungan seperti anak muda jaman sekarang. Ah entah, walaupun kita juga masih muda namun sudah tak remaja".

Masastra berhenti berbicara, merasa bingung dengan apa yang harus dikatakan. "Sastraa...," Gita memanggil Masastra dengan membuka lebar mulutnya di akhir kata. Spontan Masastra membalasnya, "Gitaa...." tak kalah dengan apa yang dilakukan Gita saat mengatakan namanya.

Gita tertawa melihat kelakuan laki-laki yang ada di depannya. Tawanya begitu menghipnotis Masastra. Keceriaan yang ada pada Gita memang selalu membuat Masastra merasakan sesuatu hal yang bisa membuatnya nyaman. Gita dan Latte memang suatu hal yang sama pikir Masastra. Menyembuhkan.

"Dan ini bukan suatu ikatan yang mengikat, jika pada suatu saat nanti kamu tertarik dengan laki-laki lain. Itu tak jadi masalah buatku." Masastra melanjutkan. Gita tersenyum dan melihat mata Masastra dengan penuh perhatian.

Kamu ih, dasarr..., harusnya kan kamu tanya dulu perasaanku bagaimana, bukannya langsung tiba-tiba membuka pembicaraan dengan bilang iya aku sayang kamu. Batin Gita. "Memangnya bener gak masalah kalau aku sama laki-laki lain?"

"Hemm," Masastra hanya bergumam dan sedikit menganggukkan kepalanya. Masastra mengalihkan pandangannya melihat lalu lalang jalan. Melihat tetesan-tetesan air dibalik kaca cafe yang mereka temui di kala hujan.

Suasana kembali hening, tapi mereka berdua tidak merasa sunyi.

Gita tahu kenapa Masastra bersikap seperti itu. Tanpa cerita dari Masastra sendiri, Gita sudah tahu masa lalu laki-laki yang ada di hadapannya. Yang dengan lucunya bilang kalau dia mencintainya dan merelakannya dengan laki-laki lain. Tak hanya mengerti, Gita menerima masa lalu itu.

Masastra masih terdiam memperhatikan lalu lalang di balik kaca. Terkadang memperhatikan Gita yang menatapnya dan melemparkan senyumnya. Mencoba menggaruk kulit di bawah kelopak mata, sekedar mengalihkan salah tingkahnya. Masastra bahagia.

Iya, aku suka kamu, aku cinta kamu dan tentu saja aku sayang kamu juga Masastra. Gita tersenyum membayangkan kata-kata barusan yang urung dia katakan.

"Sastra...."

"Iya sayang, eh Gita" Canda Masastra.

"Besok ketemu orang tua ku yuk?"

Hujan kini reda, matahari mulai menyinari. Seperti kedua hati mereka yang saling mengerti dan memahami.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Memoar KKN, Tentang Cinta
KKN—Ah, aku sebut pengabdian saja. Kisah cinta di pengabdian tak ubahnya seperti pengabdian itu sendiri—selalu ada. Entah itu kisah percintaan antara mahasiswa dengan mahasiswi peserta KKN, antara mahasiswa/mahasiswi dengan pemuda/pemudi dari desa yang mereka datangi, atau mungkin juga hal "seekstrim" antara dosen pembimbing dengan peserta KKN atau bahkan dengan warga desa. Ah, semua itu mungkin saja.

Di tempatku mengabdi juga banyak kisah cinta di dalamnya. Salah satunya adalah kisah seorang pemuda terhadap anggota peserta pengabdian. Banyak sekali pujangga yang mengirimkan syair-syairnya. Mendatangi pos perisitirahatan dengan membawa penuh harapan. Ada yang berhasil menaklukan, ada juga yang berakhir dengan kesedihan yang teramat dalam.

Tapi hati-hati terhadap cinta pengabdian. Mereka tak ubahnya pisau yang siap-siap mencelakakan. Banyak kisah cinta yang dibangun begitu lama akhirnya kandas ketika bertemu seseorang yang baru di tempat pengabdian. Atau kisah lain tentang perselisihan merebutkan sang pujangga hati. Yang nanti akan membuat suasana pengabdian begitu "busuk".  Aku sendiri tak suka dengan hal semacam itu. Mereka berlarut-larut terus membusuk bersama. Membuat baunya mengganggu orang yang ada disekitarnya. Memang soal perasaan dan hati bukanlah suatu hal yang mudah. Aku pun mencoba memahami. Cinta di pengabdian juga bisa mendatangkan kemurkaan Allah. Mereka lupa dan orang lain buta. Kalau sudah seperti itu, waktu tak bisa diputar kembali. Maka dari itu berhati-hatilah dengan cinta di pengabdian.

Lalu bagaimana dengan kisah cintaku? Ah, mungkin tak seindah dengan kisah cintamu. Waktu itu, aku menjadi seorang pujangga amatir yang selalu mengirimkan sajak-sajak penuh pengharapan kepada wanita yang sudah lama aku kenal. Seorang wanita yang aku temui di bangku SMA. Sudah pernah aku ungkapkan rasa cintaku dan kasihku kepadanya. Tapi semua itu tak ubahnya tetesan-tetesan air yang jatuh di padang Sahara—menghilang sudah. Sudah tiga semester berlalu tapi hati ini masih saja sama, tak ubahnya ketika aku bertemu pertama dengannya.  Sampai pada akhirnya, ketika air terakhir keluar dari kedua mata, melihat jawaban yang ada di depan layar kaca. Semua duri di padang Sahara seolah menghujam keras hati dan menyayatnya. Aku hanya bisa mengalihkan pandangan dari keramaian dan mengusap semua rasa sedih itu.

Ada seorang teman yang mengetahui hal itu tapi aku hanya diam. Sampai akhirnya di tempat peraduan aku menceritakan kisahku layaknya cerita 1001 malam. Ternyata laki-laki seperti diriku juga butuh bercerita. Tak ada air mata di dalamnya, mungkin aku sudah bisa menerima. Karena memang aku tidak suka membusuk dan mengganggu orang-orang di sekitarku.

Aku sudah melupakannya, sampai akhirnya aku terlalu melupakannya. Aku tak ingat lagi bagaimana perasaanku waktu itu. Aku tak ingat lagi bagaimana nikmatnya berjuang kala itu. Aku hanya ingat pernah mencintai wanita itu. Tapi hati ini seperti membeku. Tak ingat lagi bagaimana caranya mencintai seorang wanita lagi. Tapi bukan berarti aku tak tertarik lagi dengan wanita.

Ada beberapa wanita yang membuat mata ini melirik tapi hati ini tak tertarik. Mungkin juga ada wanita yang bisa melihat dalamnya isi hati. Tapi entah kenapa ada sesuatu yang menahannya. Apakah ini hukuman dari Mu Ya Allah? Karena telah terlalu berharap dengan seseorang? Jika memang seperti itu, aku menerima ujian-Mu ini. Tapi ijinkan aku untuk menggunakan hati ini lagi. Jatuhkan sejatuh-jatuhnya perasaan ini kepada seorang wanita yang memang benar Kau janjikan waktu itu. Yang aku tak tahu siapa namanya, dari mana asalnya atau apapun yang ada dalam dirinya. Tapi jadikan jatuhku kali ini jatuh di atas ridha-Mu.

Sebenarnya, kisah cinta di pengabdianku tak semuanya berwarna hitam. Banyak sekali warna yang ada di dalamnya. Warna yang diberikan oleh teman-teman seperjuangan dalam pengabdian. Begitu pun dengan kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh warga dan pembimbing. Keceriaan bersama dengan mereka, begitupun dengan momen haru ketika perpisahan.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sebuah nada pemberitahuan sebuah grup terdengar dari benda kecil berwarna putih. Sebuah telepon genggam yang sudah lama menemani dalam keseharian di beberapa tahun kehidupanku belakangan ini. Setelah beberapa saat aku baru membukanya. Ada seorang teman yang mengirimkan pesan gambar yang penuh dengan kata-kata. Sebuah pesan yang menceritakan tentang keluh kesah dari seorang pemuda di suatu desa yang menceritakan buruknya Kuliah Kerja Nyata dari kampus tempatku menuntut ilmu.




Ada rasa kesal setelah membacanya, mungkin karena rasa memiliki menjadi seorang mahasiswa di kampus itu. Akan tetapi aku tidak mau berkomentar lebih jauh dan mencoba membaca lagi. Setelah aku baca, aku tidak merasa kesal lagi karena aku kini memahami isi tulisan dari pemuda itu. Sebuah kritikan yang sangat bagus bagi instansi kampusku dan bisa menjadi bahan koreksi untuk tahun yang akan datang.

Kuliah Kerja Nyata, atau lebih singkatnya aku sebut KKN saja. Setelah membaca kiriman dari teman tadi, aku jadi teringat bagaimana aku melalui masa-masa itu. Sudah satu tahun lebih 2 bulan aku rasa, dimana masa-masa KKN yang penuh kenangan aku lalui.

KKN-ku dimulai disaat aku menolak ajakan beberapa teman yang mengajakku untuk melihat perayaan Waisak di kawasan candi Borobudur kala itu. Aku ingin ikut pergi sebenarnya, karena pada tahun sebelumnya aku tak sempat melihat penerbangan lampion yang indah secara dekat. Tapi semua itu urung aku lakukan. Aku lebih memilih beristirahat, tidur, dan menyiapkan tenaga untuk mengikuti pembekalan KKN di esok harinya. 

Aku tidak mendapatkan tempat yang sesuai dengan apa yang aku harapkan waktu itu. Walaupun aku juga tak bisa berharap lebih karena KKN di kampusku hanya di Kota Pelajar dan sekitarnya. Aku berharap bahwa aku bisa mendapatkan tempat KKN di sebuah desa dimana kehidupan gotong royong dan budaya daerah masih melekat.

Mungkin aku akan kesulitan mendapatkan air bersih hanya untuk sekadar memenuhi dahaga. Mungkin aku akan jauh dari kehidupan hura-hura dan beralih ke kesunyian. Tapi semua itu memang aku inginkan dan tantangan merupakan suatu godaan serta candu yang nyata dalam hidupku. Harapan itu luntur sudah, setelah pada akhirnya aku ditempatkan di sebuah masyarakat  yang sangat maju. Bahkan berada di pusat Kota Pelajar, sebut saja "nol-kilometer".

Masyarakat nol-kilometer dipimpin oleh seorang laki-laki paruh baya berkumis, yang ternyata sangat memperhatikan mahasiswa/i yang akan ber-KKN ria disana. Aku katakan ber-KKN ria saja, karena itu akan membuat KKN ini menyenangkan dan pada akhirnya kata itu tidak hanya sebuah kata motivasi saja.

Aku berada di sebuah kelompok KKN yang anggotanya memiliki banyak latar belakang. Entah itu agama ataupun asal daerah tempat tinggal. Setelah ditelusuri, ternyata ada beberapa orang yang berada pada lingkungan pertemanan yang sama, yaitu teman kenalan yang sama. Bahkan ada satu orang yang telah lama aku kenal, yaitu teman masa SMP. Kami merupakan sekumpulan anak non pendidikan atau beberapa orang menyebutnya anak murni yang dipersatukan dari beberapa fakultas yang ada di kampusku. Memulai ber-KKN ria pada bulan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Setelah mengikuti pembekalan KKN dan perkenalan dengan anggota, akhirnya kita terjun ke masyarakat nol-kilometer dengan membawa segudang rencana dan target yang akan dicapai nanti. Walaupun tak begitu jauh dari tempatku tinggal di kota pelajar ini, tapi kami kelompok KKN gelombang kedua diwajibkan untuk tinggal di lingkungan masyarakat nol-kilometer. Dengan menyewa secara pribadi salah satu rumah warga nol-kilometer. Dimana rumah yang kita sewa juga digunakan oleh kelompok KKN gelombang sebelumnya.

KKN ria ini kami selesaikan selama satu bulan dan berakhir dengan menyenangkan dengan banyak target tercapai di dalamnya. Serta banyak pujian yang kami dapatkan. Kini tinggal laporan pertanggung jawaban yang menghantui kami. Ditambah lagi beredarnya rumor bahwa dosen yang membimbing kami sedikit merepotkan terkait penulisan laporan.

Akhirnya, laporan juga bisa kami selesaikan dengan berbagai tantangan di dalamnya. Selain penulisan pertanggung jawaban Kuliah Kerja Lapangan atau biasa disebut magang, laporan ini juga memotivasiku untuk menulis skripsi yang sedang aku jalani sekarang ini. Kita harus memiliki keyakinan bahwa semua itu akan berakhir dengan menyenangkan dan ini membuat hatiku merasa tenang dan nyaman. Sehingga memotivasi diriku lebih bisa berjuang dalam menulis skripsi yang memiliki lika-liku tersendiri pula.

KKN begitu menyenangkan, kami diberi kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan. Membaur dengan masyarakat baru dengan mengemban misi perdamaian dan kemajuan. Banyak cerita yang aku dapatkan dari ber-KKN ria ini. Entah itu cerita horor dibalik tempat yang kami tinggali selama satu bulan kala itu. Atau kehidupan persabahatan dan percintaan yang menjadi sebuah kisah klasik dikehidupan Kuliah Kerja Nyata.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Kontak

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Pengikut Via E-mail

Sekilas Informasi

 


Categories

board game catatan cerita cerpen doa DYM fotografi gunung instagram islam karya sastra keluarga kepenulisan kerja kuliah makanan pantai pernikahan prosa puisi quotes rafting sastra sejarah sungai sunrise tempat bersejarah traveling tutorial video wallpaper

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  Desember 2022 (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ►  2020 (2)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (2)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (4)
    • ►  Desember 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (1)
  • ▼  2016 (50)
    • ►  Desember 2016 (3)
    • ►  November 2016 (12)
    • ▼  Oktober 2016 (14)
      • Selamat Menempuh Hidup Baru
      • Puncak Syarif Gunung Merbabu dalam 57 detik
      • [Cerpen] Diam
      • Parkour
      • Kirab Bakpia Yogyakarta
      • Memasak ala Anak Kosan yang Anti Mainstream
      • Analogi Hati dan Lidah
      • Kesempatan
      • Rafting Sungai Elo Magelang
      • Borobudur Sunrise
      • Festival Payung Indonesia di Solo
      • [Cerpen] Iya, Aku Sayang Kamu.
      • Memoar KKN, Tentang Cinta
      • Memoar KKN, Awal Cerita
    • ►  September 2016 (5)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (3)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  April 2016 (9)

Created with by ThemeXpose